Sabtu, 30 April 2011

Pengertian Hardware (perangkat keras) Komputer

Pengertian dari hardware atau dalam bahasa indonesianya disebut juga dengan nama perangkat keras adalah salah satu komponen dari sebuah komputer yang sifat alat nya bisa dilihat dan diraba oleh manusia secara langsung atau yang berbentuk nyata, yang berfungsi untuk mendukung proses komputerisasi.

Hardware dapat bekerja berdasarkan perintah yang telah ditentukan ada padanya, atau yang juga disebut dengan dengan istilah instruction set. Dengan adanya perintah yang dapat dimengerti oleh hardware tersebut, maka hardware tersebut dapat melakukan berbagai kegiatan yang telah ditentukan oleh pemberi perintah.
Secara fisik, Komputer terdiri dari beberapa komponen yang merupakan suatu sistem. Sistem adalah komponen-komponen yang saling bekerja sama membentuk suatu kesatuan. Apabila salah satu komponen tidak berfungsi, akan mengakibatkan tidak berfungsinya suatu komputer dengan baik. Komponen komputer ini termasuk dalam kategori elemen perangkat keras (hardware). Berdasarkan fungsinya, perangkat keras komputer dibagi menjadi :
1. input divice (unit masukan)
2. Process device (unit Pemrosesan)
3. Output device (unit keluaran)
4. Backing Storage ( unit penyimpanan)
5. Periferal ( unit tambahan)
komponen dasar komputer yang terdiri dari input, process, output dan storage. Input device terdiri dari keyboard dan mouse, Process device adalah microprocessor (ALU, Internal Communication, Registers dan control section), Output device terdiri dari monitor dan printer, Storage external memory terdiri dari harddisk, Floppy drive, CD ROM, Magnetic tape. Storage internal memory terdiri dari RAM dan ROM. Sedangkan komponen Periferal Device merupakan komponen tambahan atau sebagai komponen yang belum ada atau tidak ada sebelumnya. Komponen Periferal ini contohnya : TV Tuner Card, Modem, Capture Card.
1. Unit Masukan ( Input Device )
Unit ini berfungsi sebagai media untuk memasukkan data dari luar ke dalam suatu memori dan processor untuk diolah guna menghasilkan informasi yang diperlukan. Input devices atau unit masukan yang umumnya digunakan personal computer (PC) adalah keyboard dan mouse, keyboard dan mouse adalah unit yang menghubungkan user (pengguna) dengan komputer. Selain itu terdapat joystick, yang biasa digunakan untuk bermain games atau permainan dengan komputer. Kemudian scanner, untuk mengambil gambar sebagai gambar digital yang nantinya dapat dimanipulasi. Touch panel, dengan menggunakan sentuhan jari user dapat melakukan suatu proses akses file. Microphone, untuk merekam suara ke dalam komputer.
Data yang dimasukkan ke dalam sistem komputer dapat berbentuk signal input dan maintenance input. Signal input berbentuk data yang dimasukkan ke dalam sistem komputer, sedangkan maintenance input berbentuk program yang digunakan untuk mengolah data yang dimasukkan. Jadi Input device selain digunakan untuk memasukkan data dapat pula digunakan untuk memasukkan program. Berdasarkan sifatnya, peralatan input dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
• Peratalan input langsung, yaitu input yang dimasukkan langsung diproses oleh alat pemroses. Contohnya : keyboard, mouse, touch screen, light pen, digitizer graphics tablet, scanner.
• Peralatan input tidak langsung, input yang melalui media tertentu sebelum suatu input diproses oleh alat pemroses. Contohnya : punched card, disket, harddisk.
Unit masukan atau peralatan input ini terdiri dari beberapa macam peranti yaitu :
a. Keyboard
Keyboard merupakan unit input yang paling penting dalam suatu pengolahan data dengan komputer. Keyboard dapat berfungsi memasukkan huruf, angka, karakter khusus serta sebagai media bagi user (pengguna) untuk melakukan perintah-perintah lainnya yang diperlukan, seperti menyimpan file dan membuka file. Penciptaan keyboard komputer berasal dari model mesin ketik yang diciptakan dan dipatentkan oleh Christopher Latham pada tahun 1868, Dan pada tahun 1887 diproduksi dan dipasarkan oleh perusahan Remington. Keyboard yang digunakanan sekarang ini adalah jenis QWERTY, pada tahun 1973, keyboard ini diresmikan sebagai keyboard standar ISO (International Standar Organization). Jumlah tombol pada keyboard ini berjumlah 104 tuts. Keyboard sekarang yang kita kenal memiliki beberapa jenis port, yaitu port serial, ps2, usb dan wireless.

keyboard qwerty
Jenis-Jenis Keyboard :
1.) QWERTY
2.) DVORAK
3.) KLOCKENBERG
Keyboard yang biasanya dipakai adalah keyboard jenis QWERTY, yang bentuknya ini mirip seperti tuts pada mesin tik. Keyboard QWERTY memiliki empat bagian yaitu :
1. typewriter key
2. numeric key
3. function key
4. special function key.
b. Mouse
Mouse adalah salah unit masukan (input device). Fungsi alat ini adalah untuk perpindahan pointer atau kursor secara cepat. Selain itu, dapat sebagai perintah praktis dan cepat dibanding dengan keyboard. Mouse mulai digunakan secara maksimal sejak sistem operasi telah berbasiskan GUI (Graphical User Interface). sinyal-sinyal listrik sebagai input device mouse ini dihasilkan oleh bola kecil di dalam mouse, sesuai dengan pergeseran atau pergerakannya. Sebagian besar mouse terdiri dari tiga tombol, umumnya hanya dua tombol yang digunakan yaitu tombol kiri dan tombol kanan. Saat ini mouse dilengkapi pula dengan tombol penggulung (scroll), dimana letak tombol ini terletak ditengah. Istilah penekanan tombol kiri disebut dengan klik (Click) dimana penekanan ini akan berfungsi bila mouse berada pada objek yang ditunjuk, tetapi bila tidak berada pada objek yang ditunjuk penekanan ini akan diabaikan. Selain itu terdapat pula istilah lainnya yang disebut dengan menggeser (drag) yaitu menekan tombol kiri mouse tanpa melepaskannya dengan sambil digeser. Drag ini akan mengakibatkan objek akan berpindah atau tersalin ke objek lain dan kemungkinan lainnya. Penekanan tombol kiri mouse dua kali secara cepat dan teratur disebut dengan klik ganda (double click) sedangkan menekan tombol kanan mouse satu kali disebut dengan klik kanan (right click)Mouse terdiri dari beberapa port yaitu mouse serial, mouse ps/2, usb dan wireless.

perangkat mouse
Mouse Wireless
c. Touchpad
Unit masukkan ini biasanya dapat kita temukan pada laptop dan notebook, yaitu dengan menggunakan sentuhan jari. Biasanya unit ini dapat digunakan sebagai pengganti mouse. Selain touchpad adalah model unit masukkan yang sejenis yaitu pointing stick dan trackball.

Touch Pad

Touch Pad Track Ball

Pointing Stick
d. Light Pen
Light pen adalah pointer elektronik yang digunakan untuk modifikasi dan men-design gambar dengan screen (monitor). Light pen memiliki sensor yang dapat mengirimkan sinyal cahaya ke komputer yang kemudian direkam, dimana layar monitor bekerja dengan merekam enam sinyal elektronik setiap baris per detik.

perangkat Light Pen
e. Joy Stick dan Games Paddle
Alat ini biasa digunakan pada permainan (games) komputer. Joy Stick biasanya berbentuk tongkat, sedangkan games paddle biasanya berbentuk kotak atau persegi terbuat dari plastik dilengkapi dengan tombol-tombol yang akan mengatur gerak suatu objek dalam komputer.

Gambar Joy Stick dan Paddle Games
f. Barcode
Barcode termasuk dalam unit masukan (input device). Fungsi alat ini adalah untuk membaca suatu kode yang berbentuk kotak-kotak atau garis-garis tebal vertical yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk angka-angka. Kode-kode ini biasanya menempel pada produk-produk makanan, minuman, alat elektronik dan buku. Sekarang ini, setiap kasir di supermarket atau pasar swalayan di Indonesia untuk mengidentifikasi produk yang dijualnya dengan barcode.

Barcode Reader

contoh barcode
Gambar Barcode
g. Scanner
Scanner adalah sebuah alat yang dapat berfungsi untuk meng copy atau menyalin gambar atau teks yang kemudian disimpan ke dalam memori komputer. Dari memori komputer selanjutnya, disimpan dalam harddisk ataupun floppy disk. Fungsi scanner ini mirip seperti mesin fotocopy, perbedaannya adalah mesin fotocopy hasilnya dapat dilihat pada kertas sedangkan scanner hasilnya dapat ditampilkan melalui monitor terlebih dahulu sehingga kita dapat melakukan perbaikan atau modifikasi dan kemudian dapat disimpan kembali baik dalam bentuk file text maupun file gambar. Selain scanner untuk gambar terdapat pula scan yang biasa digunakan untuk mendeteksi lembar jawaban komputer. Scanner yang biasa digunakan untuk melakukan scan lembar jawaban komputer adalah SCAN IR yang biasa digunakan untuk LJK (Lembar Jawaban Komputer) pada ulangan umum dan Ujian Nasional. Scan jenis ini terdiri dari lampu sensor yang disebut Optik, yang dapat mengenali jenis pensil 2B. Scanner yang beredar di pasaran adalah scanner untuk meng-copy gambar atau photo dan biasanya juga dilengkapi dengan fasilitas OCR (Optical Character Recognition) untuk mengcopy atau menyalin objek dalam bentuk teks.

Scanner
Saat ini telah dikembangkan scanner dengan teknologi DMR (Digital Mark Reader), dengan sistem kerja mirip seperti mesin scanner untuk koreksi lembar jawaban komputer, biodata dan formulir seperti formulir untuk pilihan sekolah. Dengan DMR lembar jawaban tidak harus dijawab menggunaan pensil 2 B, tapi dapat menggunakan alat tulis lainnya seperti pulpen dan spidol serta dapat menggunakan kertas biasa.
h. Kamera Digital
Perkembangan teknologi telah begitu canggih sehingga komputer mampu menerima input dari kamera. Kamera ini dinamakan dengan Kamera Digital dengan kualitas gambar lebih bagus dan lebih baik dibandingkan dengan cara menyalin gambar yang menggunakan scanner. Ketajaman gambar dari kamera digital ini ditentukan oleh pixel-nya. Kemudahan dan kepraktisan alat ini sangat membantu banyak kegiatan dan pekerjaan. Kamera digital tidak memerlukan film sebagaimana kamera biasa. Gambar yang diambil dengan kamera digital disimpan ke dalam memori kamera tersebut dalam bentuk file, kemudian dapat dipindahkan atau ditransfer ke komputer. Kamera digital yang beredar di pasaran saat ini ada berbagai macam jenis, mulai dari jenis kamera untuk mengambil gambar statis sampai dengan kamera yang dapat merekan gambar hidup atau bergerak seperti halnya video.

kamera digital
i. Mikropon dan Headphone
Unit masukan ini berfungsi untuk merekam atau memasukkan suara yang akan disimpan dalam memori komputer atau untuk mendengarkan suara. Dengan mikropon, kita dapat merekam suara ataupun dapat berbicara kepada orang yang kita inginkan pada saat chating. Penggunaan mikropon ini tentunya memerlukan perangkat keras lainnya yang berfungsi untuk menerima input suara yaitu sound card dan speaker untuk mendengarkan suara.

headphone
j. Graphics Pads
Teknologi Computer Aided Design (CAD) dapat membuat rancangan bangunan, rumah, mesin mobil, dan pesawat dengan menggunakan Graphics Pads. Graphics pads ini merupakan input masukan untuk menggambar objek pada monitor. Graphics pads yang digunakan mempunyai dua jenis. Pertama, menggunakan jarum (stylus) yang dihubungkan ke pad atau dengan memakai bantalan tegangan rendah, yang pada bantalan tersebut terdapat permukaan membrane sensitif sentuhan ( touch sensitive membrane surface). Tegangan rendah yang dikirimkan kemudian diterjemahkan menjadi koordinat X – Y. Kedua, menggunakan bantalan sensitif sentuh ( touch sensitive pad) tanpa menggunakan jarum. Cara kerjanya adalah dengan meletakkan kertas gambar pada bantalan, kemudian ditulisi dengan pensil.


2. Process device (unit Pemrosesan)
Power Supplay
Lower supplay menyediakan arus listrik untuk berbagai peralatan CPU power supplay mengkonversi listrik dan menyediakan aliran listrik tetap untuk digunakan komputer. Kualitas power supplay menentukan kwalitas kinerja komputer. Daya sebesar 300-400 wat yang disalurkan power supplay biasanya cukup bagi komputer yang digunakan untuk pengetikan ataupun grafik. Sementara, daya 400-500 watt dibutuhkan jika komputer bekerja menggunakan banyak menggunakan Periferal ( unit tambahan).

RAM (Random Access Memory) – Memory
RAM merupakan singkatan dari Random Access Memory biasanya disebut dengan istilah pendek yaitu Memori. Memory atau RAM merupakan sebuah perangkat keras komputer yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan data sementara. Memory bekerja dengan menyimpan dan menyuplai data-data penting yg dibutuhkan Processor dengan cepat untuk diolah menjadi informasi. pengertian ram lebih detail klik di sini

Kartu grafis (unit keluaran)
Kartu grafis, atau kartu video adalah kartu ekspansi yang berfungsi untuk menciptakan dan menampilkan tampilan-tampilan di layar. Kartu grafis ini terdiri dari rangkaian komponen elektronika. Biasanya tertancap pada slot di papan utama CPU pada komputer. Beberapa kartu grafis menawarkan fungsi lain, seperti menangkap video, dan adaptor untuk penala TV, menguraikan MPEG-2 dan MPEG-4, FireWire, dan menghubungkan menuju beberapa layar. Beberapa perusahaan yang membuat kartu grafis terkenal antara lain adalah ATI, Matrox, dan NVIDIA.

Prosesor (unit pemprosesan)
Pengertian Prosesor, atau yang biasanya disebut dengan CPU, adalah otak dari komputer. Prosesor adalah komponen yang mengeksekusi perhitungan kompleks yang memungkinkan komputer untuk bisa digunakan menjelajah internet, memutar lagu di iTunes, dan menjalankan sistem operasi Anda, pengertian prosesor <– lengkap klik di sini Motherboard (unit pemprosesan) Motherboard atau Papan induk adalah papan sirkuit tempat berbagai komponen elektronik saling terhubung, motherboard biasa disingkat dengan kata mobo. Pada motherboard inilah perangkat keras seperti Harddisk, ram, prosesor, kartu grafis, dan perangkat keras lain dihubungkan. Motherboard yang banyak ditemui dipasaran saat ini adalah motherboard milik PC yang pertama kali dibuat dengan dasar agar dapat sesuai dengan spesifikasi PC IBM. 3. Output device ( Unit keluaran ) Monitor monitor komputer adalah salah satu jenis soft-copy device, karena keluarannya adalah berupa signal elektronik, dalam hal ini berupa gambar yang tampil di layar monitor. Gambar yang tampil adalah hasil pemrosesan data ataupun informasi masukan. Monitor memiliki berbagai ukuran layar seperti layaknya sebuah televisi. Tiap merek dan ukuran monitor memiliki tingkat resolusi yang berbeda. Resolusi ini lah yang akan menentukan ketajaman gambar yang dapat ditampilkan pada layar monitor. Jenis-jenis monitor saat ini sudah sangat beragam, mulai dari bentuk yang besar dengan layar cembung, sampai dengan bentuk yang tipis dengan layar datar (flat). Printer Printer merupakan sebuah perangkat keras yang dihubungkan pada komputer yang berfungsi untuk menghasilan cetakan baik berupa tulisan ataupun gambar dari komputer pada media kertas atau yang sejenisnya. Jenis printer ada tiga macam, yaitu jenis Printer Dot metrix, printer Ink jet, dan printer Laser jet. klik di sini –> pengertian printer lebih detail

speaker
Sepaker di sini pengertiannya sama dengan speaker pada umumnya, Speaker adalah transduser yang mengubah sinyal elektrik ke frekuensi audio (suara) dengan cara menggetarkan komponennya yang berbentuk selaput.


4. Backing Storage ( unit penyimpanan)
Harddisk (HDD)
Harddisk bisa juga disebut Harddisk drive (HDD) atau hard drive (HD), Harddisk adalah sebuah salah satu perangkat keras komputer yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan data sekunder, di dalam harddisk berisi piringan magnetis. Harddisk pertama kali diciptakan oleh salah satu insinyur IBM, ia adalah Reynold Johnson pada tahun 1956. Harddisk yang juga dikenal dengan nama piringan keras ini pertama kali terdiri dari 50 piringan berukuran 2 kaki atau 0,6 meter, dengan kecepatan putaran mencapai 1.200 rpm (rotation per minute) dengan kapasitas penyimpanan 4,4 MB.
Data yang disimpan dalam harddisk tidak akan hilang ketika tidak diberi tegangan listrik. Dalam sebuah harddisk, biasanya terdapat lebih dari satu piringan untuk memperbesar kapasitas data yang dapat ditampung.
Dalam perkembangannya harddisk ukuran fiskiknya menjadi semakin tipis dan kecil namun memiliki daya tampung data yang sangat besar. Harddisk saat juga tidak hanya dapat terpasang di dalam perangkat (internal) tetapi juga dapat dipasang di luar perangkat (eksternal) dengan menggunakan kabel USB ataupun kabel lain yang mendukung.


5. Periferal (unit tambahan)
Contoh perangkat keras komputer yang termasuk dalam unit tambahan atau periferal antara lain
Modem
pengertian Modulator adalah suatu rangkaian yang berfungsi melakukan proses modulasi, yaitu proses “menumpangkan” data pada frekuensi gelombang pembawa (carrier signal) ke sinyal informasi/pesan agar bisa dikirim ke penerima melalui media tertentu ( seperti media kabel atau udara), biasanya berupa gelombang sinus. Dalam hal ini sinyal pesan disebut juga sinyal pemodulasi. Data dari komputer yang berbentuk sinyal digital dirubah menjadi sinyal Analog, klik di sini untuk pengertian modem lebih detail

kartu suara
Kartu suara (Sound Card) adalah suatu perangkat keras komputer yang digunakan untuk mengeluarkan suara dan merekam suara. Pada awalnya, Sound Card hanyalah sebagai pelengkap dari komputer. Namun sekarang, sound card adalah perangkat wajib di setiap komputer. Dilihat dari cara pemasangannya, sound card dibagi 3:
- Sound Card Onboard, yaitu sound card yang menempel langsung pada motherboard komputer.
- Sound Card Offboard, yaitu sound card yang pemasangannya di slot ISA/PCI pada motherboard. Rata-rata, sekarang sudah menggunakan PCI
- Soundcard External, adalah sound card yang penggunaannya disambungkan ke komputer melalui port eksternal, seperti USB atau FireWire

Jumat, 01 April 2011

Cakupan Kunjungan Ibu hamil

BAB IV

SITUASI UPAYA KESEHATAN







A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR

1. Pelayanan Kesehatan Ibu

a. Cakupan Kunjungan Ibu hamil

Pelayanan/pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil sesuai standar pada masa kehamilan oleh tenaga kesehatan terampil (Dokter, Bidan atau Perawat) 4 kali dengan interval 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga, akan menggambarkan cakupan pelayanan antenatal ibu hamil yang dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan ibu hami K1 dan K4. Penimbangan berat badan, pemeriksaan kehamilan, pemberian tabet Fe, pemberian imunisasi TT, dan konsultasi merupakan pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan pada ibu hamil yang berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan (Antenatal Care/ANC).

Cakupan kunjungan ibu hamil K4 di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 86,82% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai 88,78%, dan masih dibawah target pencapaian tahun 2010 yaitu 95%. Meskipun demikian, cakupan kunjungan antenatal di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 lebih tinggi bila dibandingkan dengan cakupan nasional yaitu 84%.

Dari 35 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, baru 17,2% (6 kabupaten/kota) yang sudah melampaui target pencapaian yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Pekalongan, dan Kota Surakarta.

Adanya penurunan cakupan kunjungan antenatal (K4) di Jawa Tengah, pada tahun 2007 kemungkinan disebabkan karena :

- Ibu hamil yang datang ANC untuk pertama kali pada masa kehamilannya (cakupan K1 95,23%), hanya 91,2% yang datang kembali untuk kunjungan kunjungan antenatal keempat (K4).

- Pada trimester 4, ibu hamil pindah dan periksa ke tenaga kesehatan di wilayah lain.



Gambar 4.1

Cakupan Pelayanan Antenatal K4 di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 - 2007


2. Persalinan Yang Ditolong Oleh Nakes

Pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 86,60%, mengalami kenaikan 0,51% dari pencapaian tahun 2006 sebesar 86,09%. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan ini lebih tinggi bila dibanding cakupan nasional yang hanya mencapai 82%.

Cakupan tertinggi di Kota Salatiga yaitu sebesar 99.81% dan terrendah di Kabupaten Wonosobo sebesar 74,11%. Sebanyak 16 kabupaten/kota sudah melampaui target 2010 sebesar 90%, yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Pati, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Pekalongan, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.

Secara keseluruhan di Provinsi Jawa Tengah, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan mengalami kenaikan mulai dari tahun 2005 sebesar 81,36%, kemudian 86.09% pada tahun 2006 dan 86.60% pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan adanya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan, adanya perencanaan persalinan yang baik dari ibu, suami maupun dukungan keluarga. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 s.d. 2007 dapat dilihat dalam grafik berikut ini

Gambar 4.2

Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2007



3. Pelayanan Ibu Nifas

Paska persalinan (masa nifas) berpeluang untuk terjadinya kematian ibu maternal, sehingga perlu mendapatkan pelayanan kesehatan masa nifas dengan dikunjungi oleh tenaga kesehatan minimal 3 (tiga) kali sejak persalinan. Pelayanan Ibu Nifas meliputi pemberian Vitamin A dosis tinggi ibu nifas yang kedua dan pemeriksaan kesehatan paska persalinan untuk mengetahui apakan terjadi perdarahan paska persalinan, keluar cairan berbau dari jalan lahir, demam lebih dari 2 (dua) hari, payudara bengkak kemerahan disertai rasa sakit dan lain-lain. Kunjungan terhadap ibu nifas yang dilakukan petugas kesehatan biasanya bersamaan dengan kunjungan neonatus.

Cakupan pelayanan pada ibu nifas di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 85,64%, masih dibawah target pencapaian tahun 2007 yaitu 86%. Sebanyak 20 kabupaten/kota (60,6%) sudah melampaui target dan 8 kabupaten/kota bahkan sudah mencapai 100%, yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Pati, Kabupaten Kendal, Kota Surakarta, dan Kota Pekalongan. Sedang cakupan terrendah adalah di Kabupaten Grobogan yaitu sebesar 33,56%, Kota Salatiga dan Kabupaten Pekalongan tidak menginformasikan data cakupan pelayanan ibu nifas



4. Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe

Program penanggulangan anemia yang dilakukan adalah dengan memberikan tablet tambah darah yaitu preparat Fe yang bertujuan untuk menurunkan angka anemia pada Balita, Bumil, Bufas, remaja putri, dan WUS ( Wanita Usia Subur ). Hasil survey anemi ibu hamil pada 15 kabupaten/kota pada tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi anemi di Jawa Tengah adalah 57,7%, angka ini masih lebih tinggi dari angka nasional yakni 50,9%.

Penanggulangan anemi yang dilaksanakan adalah dengan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil, WUS, dan remaja putri. Pemberian tablet Fe kepada ibu hamil ada 2 indikator, Fe1 dan Fe2. Pencapaian Fe 1 dan Fe 2 Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun semakin meningkat yakni pada tahun 2003, Fe 1 sebesar 88,97% dan Fe 3 sebesar 79,91%, sedangkan pada tahun 2007 Fe1 menjadi 92,98% dan Fe 3 menjadi 85,91%. Grafik perkembangan pemberian Fe pada ibu hamil dari tahun 2003 sampai pada tahun 2007 sebagai berikut :



Gambar 4.3

Persentase Pemberian Tablet Fe Pada Ibu Hamil

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2007


Dari grafik di atas dapat diihat bahwa cakupan Fe 1 sudah cukup baik, namun cakupan Fe 3 masih belum memadai. Masih ada sekitar 7,1% ibu hamil tidak meneruskan konsumsi Fe sampai pada Fe 3. Hal ini amat mungkin berkaitan dengan masih tingginya prevalensi anemi pada ibu hamil.



2. Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah dan Usia Sekolah

a. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita dan Prasekolah

Deteksi dini tumbuh kembang anak Balita dan pra sekolah yang dimaksudkan adalah anak umur 1 – 6 tahun yang dideteksi dini tumbuh kembang sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 2 kali per tahun. Upaya pembinaan kesehatan anak diarahkan untuk meningkatkan kesehatan fisik , mental, dan sosial anak dengan perhatian khusus pada kelompok balita yang merupakan masa krisis atau periode emas tumbuh kembang.

Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 35,66% menurun dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 sebesar 53,44%, dengan kisaran terrendah 3,82% di Kabupaten Kebumen dan tertinggi 100% di Kabupaten Kendal. Cakupan tersebut ini masih jauh dibawah target SPM tahun 2005 sebesar 65% apalagi bila dibandingkan dengan target SPM 2010 sebesar 95%. Upaya peningkatan ketrampilan petugas kesehatan dalam upaya Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang anak (SDIDTK) telah dilakukan dengan pelatihan standarisasi SDIDTK di 9 kabupaten/kota terpilih. Hal ini diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan petugas dalam melaksanakan pembinaan teknis pelaksanaan SDIDTK.



Gambar 4.4

Cakupan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita dan Pra Sekolah

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2007




b. Pemeriksaan Kesehatan Siswa SD/MI

Pelayanan kesehatan di sekolah diutamakan pada upaya meningkatkana kesehatan (promotif) dan upaya meningkatkan pencegahan penyakit (preventif). Salah satu upaya preventif yang dilaksanakan di sekolah adalah kegiatan penjaringan kesehatan anak sekolah (Health Screening), sebagai prosedur pemeriksaan kesehatan yang bertujuan untuk mengelompokkan anak sekolah dalam berbagai kategori sehat dan sakit yang memerlukan tindakan lebih lanjut, serta mendapatkan gambaran kesehatan anak sekolah dan mengikuti perkembangan serta pertumbuhan anak sekolah sebagai pertimbangan dalam menyusun program pembinaan kesehatan sekolah.

Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD/MI oleh tenaga kesehatan/guru UKS/kader kesehatan sekolah pada tahun 2007 sebesar 51,59% lebih tinggi dibandingkan tahun 2006 sebesar 38,29%. Nilai cakupan terendah di Kabupaten Jepara sebesar 3,50% dan tertinggi (100%0 dicapai oleh 6 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Sragen, Kabupaten Kendal, Kota Semarang, dan Kota Pekalongan. Cakupan tersebut sudah melebihi target SPM 2005 (15%) tetapi masih dibawah target SPM 2010 (80%).

Gambar 4.5

Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Siswa SD/MI

Provinsi Jawa Tengah tahun 2003 – 2007



c. Pelayanan Kesehatan Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan terjadi perubahan fisik yang cepat menyamai orang dewasa, tetapi emosinya belum dapat mengikuti perkembangan jasmaninya, hal ini sering menimbulkan gejolak sehingga masa ini perlu mendapat perhatian. Salah satunya adalah pendidikan dan perhatian agar anak berperilaku hidup sehat, baik secara fisik maupun mental.

Pemeriksaan kesehatan remaja adalah pemeriksaan kesehatan siswa kelas 1 SLTP dan setingkat, kelas 1 SMU dan setingkat melalui penjaringan kesehatan terhadap murid kelas 1 SLTP dan Madrasah Tsanawiyah, kelas 1 SMU/SMK dan Madrasah Aliyah yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama dengan guru UKS terlatih dan kader kesehatan remaja secara berjenjang. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa Remaja oleh tenaga kesehatan/Guru UKS/kader kesehatan remaja di Provinsi JawaTengah tahun 2007 sebesar 35,47%, lebih besar daripada tahun 2006 sebesar 15,27%. Cakupan tersebut sudah melebihi target SPM tahun 2005 (15%) tetapi masih dibawah target SPM than 2010 (80%). Nilai terendah cakupan di Kabupaten Jepara (3,64%) dan tertinggi di Kabupaten Sukoharjo (100%), Kabupaten Batang (100%), dan Kota Pekalongan (100%).



Gambar 4.6

Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Remaja

di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003 – 2007



3. Pelayanan Keluarga Berencana

a. Peserta KB Baru

Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebanyak 6.248.972, meningkat sebanyak 63.562 dibanding tahun 2006. Jumlah peserta KB baru pada tahun 2007 sebanyak 746.701 atau 11,95% dari jumlah PUS yang ada. Peserta KB baru tersebut menggunakan kontrasepsi sebagai berikut :

- Suntikan : 71,15% Pil : 17,82%

- Implant : 6,77% IUD : 2,74%

- MOP/MOW : 2,60% Kondom : 2,51%

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa bagian terbesar peserta KB baru mempergunakan kontrasepsi hormonal (suntikan, Pil, dan Implant) yaitu sebesar 92,15%. Peserta KB baru tersebut membutuhkan pembinaan secara rutin dan berkelanjutan untuk menjaga kelangsungan pemakaian kontrasepsi.



Gambar 4.7

Persentase Pemakaian Kontrasepsi Peserta KB Baru

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007








2. Peserta KB Aktif

Peserta KB aktif adalah akseptor yang pada saat ini memakai kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan. Cakupan peserta KB aktif adalah perbandingan antara jumlah peserta KB aktif dengan Pasangan Usia Subur. Cakupan peserta KB aktif menunjukkan tingkat pemanfaatan kontrasepsi di antara Pasangan Usia Subur.

Cakupan peserta KB aktif di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 77,79%, mengalami peningkatan sebesar 0,79% dibanding pencapaian tahun 2006 sebesar 77%. Angka ini masih di bawah target tahun 2010 sebesar 80%. Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Temanggung sebesar 81,76% dan terrendah adalah di Kota Tegal sebesar 71,44%. Sebanyak 8 kabupaten/kota telah melampaui target tahun 2010 yaitu Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Rembang, Kabupaten, Kabupaten Semarang, dan Kabupaten Temanggung.

Gambar 4.8

Cakupan Peserta KB Aktif di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 – 2007





Adapun jenis kontrasepsi yang digunakan para peserta KB aktif adalah sebagai berikut :

- Suntikan : 54,55% Pil : 17,71%

- Implant : 9,88% IUD : 9,19%

- MOP/MOW : 7,41% Kondom : 1,26%

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa bagian terbesar peserta KB aktif mempergunakan kontrasepsi hormonal (Suntikan, Implant, dan Pil) yaitu sebesar 63,36%.



Gambar 4.9

Persentase Pemakaian Kontrasepsi Peserta KB Aktif

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007



Peserta KB hormonal tersebut membutuhkan pembinaan yang berkelanjutan untuk menjaga kelangsungan pemakaian kontrasepsi. Secara khusus proporsi pemakai kontrasepsi suntikan sangat besar yaitu 54,55%, hal tersebut dapat difahami karena akses untuk memperoleh pelayanan suntikan relative lebih mudah, sebagai akibat tersedianya jaringan pelayanan sampai di tingkat desa/kelurahan sehingga dekat dengan tempat tinggal peserta KB.

Sementara itu partisipasi pria (bapak) untuk menjadi peserta KB aktif dengan mempergunakan kontrasepsi MOP dan kondom sangat kecil, karena terbatasnya pilihan kontrasepsi yang disediakan bagi pria, dan sebagian pria masih beranggapan bahwa KB merupakan urusan ibu (istri), sehingga ibu (istri) yang menjadi sasaran.

4. Pelayanan Imunisasi

a. Persentase Desa yang Mencapai “Universal Child Immunization” (UCI)

Strategi operasional pencapaian cakupan tinggi dan merata berupa pencapaian Universal Child Immunization (UCI) yang berdasarkan indikator cakupan DPT-HB 3, Polio 4 dan Campak dengan cakupan minimal 80% dari jumlah sasaran bayi di desa. Pencapaian UCI desa di Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, kecuali tahun 2005 mengalami penurunan karena ketersediaan vaksin tidak mencukupi. Hasil UCI desa tahun 2003 (82,08%), 2004 (83,51%), 2005 (77,06%), 2006 (84,42%) dan 2007 (83,64%). Dari target pencapaian 85% , ada 15 kabupaten/kota (42,85%) yang belum mencapai target dengan persentase cakupan desa/kelurahan UCI terendah Kab. Blora (57,29%) dan tertinggi (100%) adalah Kabupaten Kudus, Kota Magelang, dan Kota Surakarta.

Gambar 4.10

Cakupan Desa/Kelurahan UCI di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2003 - 2007



Kabupaten/kota yang belum mencapai target imunisasi dasar lengkap pada bayi disebabkan antara lain :

- Adanya perbedaan jumlah sasaran pada perencanaan dibandingkan dengan sasaran yang ada, hal ini dikarenakan penentuan jumlah sasaran masih berdasarkan angka estimasi jumlah penduduk bukan dari hasil pendataan.

- Belum semua Puskesmas membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) imunisasi secara rutin (bulanan, tribulanan) dikarenakan banyak petugas imunisasi yang merangkap dengan tugas lain.

- Belum dilakukan pelaksanaan sweeping atau kunjungan rumah untuk melengkapi status imunisasi pada daerah-daerah yang cakupan imunisasinya masih rendah, pada umumnya disebabkan keterbatasan sumber daya atau tenaga banyak yang merangkap dengan tugas lain.

- Masih ada sebagian kecil orang tua yang menolak anaknya untuk diimunisasi dikarenakan keyakinan/kepercayaan agama, dan lain-lain.

b. Cakupan Imunisasi bayi

Upaya untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi serta anak balita dilaksanakan program imunisasi baik program rutin maupun program tambahan/suplemen untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Hepatitis B, dan Campak. Bayi seharusnya mendapat imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT-HB 3 kali, Polio 4 kali, HB Uniject 1 kali dan campak 1 kali. Sebagai indikator kelengkapan status imunisasi dasar lengkap bagi bayi dapat dilihat dari hasil cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak merupakan imunisasi yang terakhir yang diberikan pada bayi umur 9 (sembilan) bulan dengan harapan imunisasi sebelumnya sudah diberikan dengan lengkap (BCG, DPT-HB, Polio, dan HB).

Selain pemberian imunisasi rutin, program imunisasi juga melaksanakan program imunisasi tambahan/suplemen yaitu Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) DT, BIAS Campak yang diberikan pada semua usia kelas I SD/MI/SDLB/SLB, sedangkan BIAS TT diberikan pada semua anak usia kelas II dan III SD/MI/SDLB/SLB, Backlog Fighting (melengkapi status imunisasi).

Cakupan imunisasi dasar lengkap bayi di Jawa Tengah dari semua antigen sudah mencapai target minimal nasional (85%), pencapaian dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah sasaran bayi pada tahun 2007 adalah 584.171. Sedang cakupan masing-masing jenis imunisasi adalah sebagai berikut: BCG (100,78%), DPT-HB 1 (100,84%), DPT-HB 3 (98,24%), Polio 4 (97,28%), Campak (96,50%), Hepatitis (98,24%).



Gambar 4.11

Cakupan Imunisasi Bayi di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 – 2007



c. Drop Out Imunisasi DPT1-Campak

Dalam rangka mencapai dan mempertahankan UCI desa, analisis PWS harus diikuti dengan tindak lanjut. Dengan grafik PWS akan terlihat dan dapat dianalisis cakupan dan kecenderungan setiap bulan, maka dapat segera diketahui kekurangan cakupan dan beban yang harus dicapai setiap bulan pada periode berikutnya. Untuk kecenderungan cakupan setiap bulan dapat diketahui dengan indikator Drop Out (DO). Sesuai kesepakatan dengan kabupaten/kota indikator DO di Jawa Tengah maksimal 5% atau (-5%). Pada tahun 2007 untuk tingkat Provinsi Jawa Tengah mencapai 4.3%.

Sedangkan dilihat per kabupaten/kota yang mencapai DO 5% atau (-5%) sebanyak 18 (51,42%) yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Sragen, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kota Surakarta, dan Kota Pekalongan.

d. WUS Mendapat Imunisasi TT

Imunisasi TT Wanita usia Subur adalah pemberian imunisasi TT pada Wanita Usia Subur (15-39 th) sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu yang berguna bagi kekebalan seumur hidup. Data kegiatan imunisasi TT WUS saat ini akurasinya masih sangat kurang sehingga belum dapat dinalisis. Hal ini disebabkan :

- Pencatatan dan pelaporan status imunisasi 5 dosis belum berjalan dengan baik karena pelaksanaan skrining status TT belum optimal.

- Penggunaan format pelaporan yang berbeda antara kabupaten/kota ke provinsi dan Puskesmas ke kabupaten/kota terutama untuk TT ibu hamil dan non ibu hamil.

5. Pelayanan Kesehatan Gigi

a. Rasio Tambal Cabut Gigi Tetap

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas meliputi kegiatan pelayanan dasar gigi dan upaya kesehatan gigi sekolah. Kegiatan pelayanan dasar gigi adalah tumpatan (penambalan) gigi tetap dan pencabutan gigi tetap. Indikasi dari perhatian masyarakat bila tumpatan gigi tetap semakin bertambah banyak berarti masyarakat lebih memperhatikan kesehatan gigi yang merupakan tindakan preventif sebelum gigi tetap betul betul rusak dan harus dicabut, sedang pencabutan gigi tetap adalah tindakan kuratif dan rehabilitatif karena sudah tidak ada alternatif lainnya.

Di tahun 2007, pelayanan dasar gigi mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2006. Persentase tumpatan gigi tetap dilihat dari jumlahnya di tahun 2007 ini ada kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2006, namun pencabutan gigi tetap juga meningkat. Dilihat dari rasio tumpatan dan pencabutan mengalami kenaikan dari 0.60 di tahun 2006 menjadi 0.62 ditahun 2007. Namun bila dibandingkan dengan tahun 2005 (0,68%), tahun 2006 dan 2007 mengalami penurunan. Ada beberapa kabupaten/kota yang pencabuan giginya jauh lebih banyak dibandingkan tumpatan giginya hal ini menandakan bahwa masyarakat di kabupaten yang bersangkutan masih kurang memperhatikan kesehatan gigi.

Kabupaten dengan rasio rendah antara lain Kabupaten Rembang (0,03), Kabupaten Pekalongan (0,24) dan Kabupaten Blora (0,25). Ada beberapa kabupaten yang rasionya tinggi atau bila dibandingkan dengan pencabutan, tumpatan lebih banyak yaitu Kota Tegal (1,04), Kota Surakarta (1,09), Kota Magelang (1,01), Kabupaten Brebes (1,37), dan Kabupaten Kudus (1,75). Dilihat dari data diatas tergambar bahwa untuk kota–kota besar kesadaran penduduk tentang kesehatan gigi cukup bagus.



Gambar 4.12

Rasio Tumpatan dan Pencabutan Gigi Tetap

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007



b. Murid SD/MI Mendapat Pemeriksaan Gigi dan Mulut

Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut lainnya adalah Upaya Kesehatan Gigi Sekolah yang merupakan upaya promotif dan preventif kesehatan gigi khususnya untuk anak sekolah. Kegiatan UKGS meliputi pemeriksaan gigi pada seluruh murid untuk mendapatkan murid yang perlu perawatan gigi kemudian memberikan perawatan pada murid yang memerlukan. Persentase murid yang diperiksa untuk tahun 2007 ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2006 yaitu dari 37,89% pada tahun 2006 menjadi 31,40% pada tahun 2007. Hal ini dikarenakan ada 4 kabupaten yang belum memberikan laporan. Selain itu karena beberapa kabupaten memang mempunyai cakupan sangat rendah seperti Kabupaten Cilacap (1,36%), Kabupaten Wonosobo (4,99%), dan Kabupaten Pekalongan (6,82%). Kabupaten/kota yang mempunyai cakupan cukup tinggi adalah Kota Pekalongan (100%), Kota Salatiga (99,29%), Kabupaten Boyolali (96%), dan Kabupaten Grobogan (92%). Cakupan pemeriksaan kesehatan gigi murid SD di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 4.13

Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Gigi Murid SD

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2007

c. Murid SD/MI Mendapat Perawatan Gigi dan Mulut

Cakupan perawatan gigi murid SD yang perlu mendapatkan perawatan juga mengalami sedikit penurunan dari 58,15% di tahun 2006 menjadi 56,12% di tahun 2007. Ada 4 kabupaten/kota yang belum melaporkan, Kabupaten yang sudah bisa merawat seluruh murid yang memerlukan perawatan gigi adalah kabupaten Boyolali (100 %). Sedang kabupaten/kota yang lain rata-rata antara 30–70%.

Gambar 4.14

Cakupan Perawatan Gigi Murid SD

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2007

6. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut

Pelayanan kesehatan pra usia lanjut dan usia lanjut yang dimaksudkan adalah pelayanan kesehatan sesuai standar oleh tenaga kesehatan baik di Puskesmas maupun di Posyandu/Kelompok Usia Lanjut. Yang termasuk dalam kelompok pra usia lanjut adalah kelompok umur 45 – 59 tahun, sedangkan usia lanjut adalah kelompok umur lebih atau sama dengan 60 tahun.

Cakupan pelayanan kesehatan pra usia lanjut dan usia lanjut tingkat proivinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 30.51% (Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Batang tidak ada data), mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 36.59%. Dari 35 kabupaten/ kota di Jawa Tengah, 3 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Magelang, Kabupaten Pati dan Kota Semarang sudah berhasil melampaui target pelayanan kesehatan pra usila dan usila tahun 2010 sebesar 70%. Sedang cakupan terrendah adalah di Kabupaten Rembang yaitu sebesar 4.37%. Gambaran fluktuasi pelayanan kesehatan pra usia lanjut dan usia lanjut Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada gambar berikut.



Gambar 4.15

Pelayanan Kesehatan Pra Usila dan Usila

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2007

7. Pelayanan Kesehatan Kerja

a. Pelayanan Kesehatan Sektor Informal

Lebih dari 60% penduduk Jawa Tengah merupakan usia kerja. Sebagian besar diantara usia pekerja ini atau sekitar 70% merupakan pekerja pada sektor informal dan selebihnya merupakan pekerja sektor formal. Pekerja sektor informal adalah mereka yang bekerja dengan modal skala kecil dengan ciri-ciri antara lain : bekerja dalam jam kerja yang tidak tetap dan umumnya mempergunakan tenaga kerja dari lingkungan keluarga sendiri, risiko bahaya pekerjaan tinggi, keterbatasan sumber daya dalam mengubah lingkungan kerja, kesadaran tentang risiko bahaya pekerjaan rendah, kondisi pekerjaan tidak ergonomis, keluarga banyak yang terpajan, kurangnya pemeliharaan kesehatan (M. Mikhew (ICOHIS 1997).

Pekerja sektor ini memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi, hal ini terbukti pada saat krisis ekonomi pada tahun 1998, sektor ini hampir tidak terimbas dan memberikan sumbangan penting dalam pembangunan. Oleh karenanya sudah sepatutnya pekerja di sektor ini mendapatkan perhatian dari pemerintah. Salah satunya adalah dalam bidang peningkatan derajat kesehatan.

Untuk data cakupan pelayanan kesehatan kerja, dari 35 kabupaten/kota, sebanyak 13 kabupaten/kota tidak masuk datanya. Dari data yang masuk didapatkan bahwa cakupan pekerja pada industri informal yang mendapat pelayanan kesehatan kerja di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 52,28%, mengalami kenaikan bila dibanding cakupan tahun 2006 yang hanya mencapai 17,88 %. Ini berarti sudah melampaui target SPM 2010 sebesar 40%.

Gambar 4.16

Pelayanan Kesehatan Kerja Sektor Informal

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2007



b. Pelayanan Kesehatan Sektor Formal

Cakupan pelayanan kesehatan pada pekerja di sektor formal di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 63,26%, sedikit menurun bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 67,09%. Ini berarti masih di bawah target SPM 2010 sebesar 80%. Penurunan cakupan pelayanan kesehatan pada pekerja di sektor formal dimungkinkan karena ada 7 kabupaten/kota yang belum mengirimkan laporan. Juga dikarenakan koordinasi antar sektor terkait maupun koordinasi dengan perusahaan baik di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat kecamatan masih sangat kurang, sebagian besar kabupaten/kota baik petugas Puskesmas maupun petugas Dinas Kesehatan tidak dapat atau tidak dijinkan masuk perusahaan maupun klinik perusahaan karena pengusaha belum mengerti bahwa klinik perusahaan itu secara administratif harus bertanggung jawab kepada Puskesmas, mereka hanya mengirimkan laporan kepada Dinas Tenaga Kerja saja. Untuk mengatasi hal tersebut maka di tahun mendatang petugas klinik perusahaan dan Kepala Puskesmas di kawasan industri secara berangsur – angsur akan dilatih agar terjalin jejaring baik untuk evaluasi kegiatan maupun pembinaan oleh petugas kesehatan.

Gambar 4.16

Pelayanan Kesehatan Kerja Sektor Formal

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2007

8. Upaya Penyuluhan Kesehatan

Upaya penyuluhan adalah semua usaha secara sadar dan berencana yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku manusia sesuai prinsip-prinsip pendidikan dalam bidang kesehatan. Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan yang dilakukan pada kelompok sasaran tertentu. Sedang penyuluhan masa adalah penyuluhan yang dilakukan dengan sasaran massa seperti pameran, pemutaran film, melalui media massa cetak dan elektronik.

Data upaya penyuluhan kesehatan, dari 35 kabupaten/kota, hanya 15 kabupaten/kota yang masuk datanya. Dari data yang masuk tersebut, jumlah kegiatan penyuluhan kelompok sebanyak 87.595 kegiatan. Sedangkan kegiatan penyuluhan kelompok sebanyak 4.380 kegiatan.

Adapun upaya penyuluhan pencegahan dan penaggulangan penyalahgunaan NAPZA/NARKOBA (P3 NAPZA/NARKOBA) oleh tenaga kesehatan adalah semua usaha secara sadar dan berencana yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku manusia sesuai prinsip-prinsip pendidikan yakni pada tingkat sebelum seseorang menggunakan NAPZA/NARKOBA. Cakupan penyuluhan P3 NAPZA/NARKOBA di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 12,05%, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 sebesar 9,32%. Cakupan tersebut masih di bawah target SPM 2010 sebesar 30%. Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Sragen sebesar 52,63% dan terrendah di Kabupaten Kendal sebesar 0,81%.

Gambar 4.17

Cakupan Upaya P3 NAPZA/NARKOBA

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2007

B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN PENUNJANG

1. Akses Ketersediaan Darah Untuk Ibu Hamil dan Neonatus Dirujuk

Kabupaten/kota yang masuk datanya untuk indikator akses ketersediaan darah dan komponen yang aman untuk menangani rujukan bumil dan neonatus hanya 12 kabupaten/kota saja yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Semarang. Hal ini disebabkan belum semua rumah sakit memiliki pencatatan dan pelaporan untuk indikator ini. Sedikitnya data yang masuk menyebabkan angka cakupan yang diperoleh belum menggambarkan cakupan yang sebenarnya. Sehingga ke depan perlu perbaikan dalam sistem pencatatan dan pelaporannya.

Dari data yang masuk diperoleh cakupan akses ketersediaan darah dan komponen yang aman untuk menangani rujukan bumil dan neonatus di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 84,72%, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 96,47%. Dari 12 kabupaten/kota, 8 kabupaten/kota sudah melampaui target SPM 2010 sebesar 80% yaitu Kabupaten Kebumen (100%), Kabupaten Purworejo (98,90%), Kabupaten Wonosobo (91,16%), Kabupaten Karanganyar (100%), Kabupaten Tegal (86,68%), Kota Surakarta (100%), Kota Pekalongan (100%), Kota tegal (100%).

Gambar 4.18

Akses Ketersediaan Darah Untuk Menangani Rujukan Bumil dan Neonatus

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2007

2. Ibu Hamil Risti/Komplikasi Ditangani

Ibu hamil dengan risiko tinggi adalah keadaan ibu hamil yang mengancam kehidupannya maupun janinnya, misalnya umur, paritas, interval, dan tinggi badan. Sedang komplikasi pada proses persalinan adalah keadaan dalam proses persalinan yang mengancam kehidupan kehidupan ibu maupun janinnya, misalnya perdarahan, preeklamsia, infeksi jalan lahir, letak lintang, partus lama, dan lain-lain. Ibu hamil risiko tinggi dan komplikasi ditangani adalah ibu hamil dengan risiko tinggi dan komplikasi yang ditemukan untuk mendapat pertolongan pertama dan rujukan oleh tenaga kesehatan.

Cakupan ibu hamil risiko tinggi dan komplikasi yang ditangani tahun 2007 sebesar 75,08%, dengan cakupan terendah adalah di Kabupaten Kebumen 2,65% dan tertinggi 100% di Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Salatiga, dan Kota Semarang. Bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 sebesar 88,78%, maka cakupan tahun 2007 mengalami penurunan, namun demikian cakupan tahun 2007 sudah melampaui target nasional yaitu sebesar 60%. Dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, 22 kabupaten/kota (62,8%) yang sudah berhasil melampaui target tahun 2010 yaitu lebih dari 90%.

Gambar 4.19

Ibu Hamil Risiko Tinggi /Komplikasi Ditangani

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2007

3. Neonatal Risti/Komplikasi Ditangani

Yang dimaksud dengan risiko tinggi/komplikasi pada neonatal adalah keadaan neonatal yang mengancam kehidupannya, misalnya Asfeksia, BBLR, Tetanus, Infeksi dan lain-lain. Cakupan neonatal risti tertangani Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 92.37% mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2006 yaitu 79.14%.

Bila dibandingkan dengan target neonatal risiko tinggi/komplikasi yang ditangani di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 sebesar 40%, maka dari 31 kabupaten/kota yang masuk datanya, semua sudah melampaui targettahun 2005 tersebut. Bahkan 26 kabupaten/kota telah dapat melampaui target 2010 sebesar 80%. Sedang 4 kabupaten/kota yang tidak masuk datanya, sehingga tidak dapat diketahui apakah sudah mencapai target atau belum adalah Kabupaten klaten, Kabupaten Pekalongan, Kab Tegal, dan Kota Tegal.

4. Pelayanan Gawat Darurat

a. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat Yang Dapat Diakses Masyarakat

Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat adalah cakupan sarana kesehatan yang telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan gawat darurat sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Kemampuan pelayanan gawat darurat yang dimaksud adalah upaya cepat dan tepat untuk segera mengatasi puncak kegawatan yaitu henti jantung dengan Resusitas Jantung Paru Otak (Cardio–Pulmonary–Cebral–Resucitation) agar kerusakan organ yang terjadi dapat dihindarkan atau ditekan sampai minimal dengan menggunakan Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support ) dan Bantuan Hidup Lanjut ( ALS). Sedang yang dimaksud sarana kesehatan adalah rumah bersalin, Puskesmas, dan rumah sakit.

Rumah Sakit dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 adalah 100% untuk RSU; 71,43% untuk RS Jiwa; dan 75% untuk RS Khusus. Sedang untuk Puskesmas sebesar 50,41% dan rumah bersalin sebesar 7,14%. Secara keseluruhan, sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 45,31%, mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2006 sebesar 39,12%.

Gambar 4.20

Sarana Kesehatan ( RS, Pusk, RB ) Dengan Kemampuan Pelayanan

Gawat Darurat Yang Dapat Diakses Masyarakat

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 - 2007

b. Pemenuhan Darah di Rumah Sakit

Target program upaya kesehatan di bidang transfusi darah adalah 95% permintaan darah oleh RSU maupun RSK (pemerintah dan swasta) mampu dipenuhi oleh Unit Transfusi Darah (UTD). Sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tidak mempunyai data permintaan dan penerimaan darah oleh rumah sakit ini. Pada tahun 2007 ini data yang masuk sangat sedikit sehingga tidak bisa dianalisis karena tidak bisa menggambarkan kondisi yang sebenarnya tentang pemenuhan darah di rumah sakit.

Permasalahan yang dihadapi dalam program upaya kesehatan di bidang transfuse darah saat ini adalah:

- Dinas Kesehatan kabupaten/kota masih belum melaksanakan program upaya kesehatan di bidang transfusi darah.

- Rumah sakit yang memiliki bank darah belum mencapai 30%.

- Masih kurangnya pendonor dari masyarakat, padahal di kabupaten/kota yang menjadi rujukan maupun pusat rujukan banyak membutuhkan persediaan darah yang cukup banyak.



C. AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN

1. Cakupan Rawat Jalan

Cakupan rawat jalan adalah cakupan kunjungan rawat jalan baru di sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan kunjungan rawat jalan di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 38,24% lebih rendah dari tahun 2006 sebesar 68,24%, yang tertinggi adalah di Kota Magelang (291,86%), terendah di Kabupaten Pemalang (1,30%). Target SPM tahun 2010 untuk cakupan rawat jalan adalah 15%.

Cakupan yang sangat tinggi tersebut mengisyaratkan bahwa pencatatan dan pelaporan di sarana pelayanan kesehatan masih belum benar, disamping pemahaman terhadap definisi operasional suatu variabel yang belum benar pula. Berdasarkan definisi operasional yang ada, seharusnya seorang yang berkunjung ke sarana pelayanan kesehatan, dalam satu tahun hanya dihitung satu kali meskipun ia datang berkali kali dalam tahun tersebut.

2. Cakupan Rawat Inap

Cakupan rawat inap adalah cakupan kunjungan rawat inap baru di sarana pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 3,06%. Ini berarti telah melampaui target 2005 (1%), bahkan juga target tahun 2010 (1,5%). Cakupan terendah terdapat di Kabupaten Wonogiri sedangkan tertinggi di Kota Magelang.

Cakupan yang sangat tinggi tersebut mengisyaratkan bahwa pencatatan dan pelaporan di sarana pelayanan kesehatan masih belum benar, disamping pemahaman terhadap definisi operasional suatu variabel yang belum benar pula. Berdasarkan definisi operasional yang ada, seharusnya seorang yang berkunjung ke sarana pelayanan kesehatan, dalam satu tahun hanya dihitung satu kali meskipun ia datang berkali kali dalam tahun tersebut. Dengan demikian pencatatan pelaporan yang ada saat ini perlu ditinjau kembali dan diperbaiki sehingga data yang dihasilkan sesuai yang diharapkan dan dapat bermanfaat.

3. Pelayanan Kesehatan Jiwa

Pelayanan gangguan jiwa adalah pelayanan pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan, yang meliputi gangguan pada perasaan, proses piker, dan perilaku yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya. Data yang masuk untuk pelayanan kesehatan jiwa ini berasal dari 28 kabupaten/kota.

Dari data yang ada, cakupan pelayanan kesehatan jiwa di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 0,69%, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 0,67%. Cakupan ini jauh lebih rendah dari target SPM 2005 sebesar 3%, apalagi bila dibandingkan dengan target SPM 2010 sebesar 15%. Tidak ada satu kabupaten/kotapun yang mencapai target SPM 2010.

Permasalahn yang dihadapi saat ini adalah masyarakat merasa kesehatan jiwa belum menjadi alas an penting untuk dating berobat ke sarana kesehatan. Dari permasalahan tersebut, upaya yang perlu dilakukan adalah peningkatan pembinaan program kesehatan jiwa di sarana kesehatan pemerintah dan swasta, pelatihan/refreshing bagi dokter dan paramedic Puskesmas terutama upaya promotif dan preventif, serta meningkatkan pelaksanaan system monitoring dan evaluasi pencatatan dan pelaporan program kesehatan jiwa.

4. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Laboratorium Kesehatan

Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan yang dapat diakses masyarakat adalah cakupan sarana kesehatan yang telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan laboratorium kesehatan sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam waktu tertentu. Kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan yang dimaksud adalah upaya pelayanan penunjang medik untuk mendukung dalam pelayanan medik, dimana untuk menegakan diagnosis dokter di rumah sakit.

Rumah sakit dengan kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan yang dapat diakses masyarakat di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 adalah 100% untuk RSU; 71,43 % untuk RS Jiwa; dan 100% untuk RS Khusus. Sedang untuk Puskesmas sebesar 100%. Secara keseluruhan, sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan laboratorium di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 99,81%, sedikit meningkat bila dibandingkan tahun 2006 sebesar 99,72%. Cakupan ini masih di bawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 100%.

Gambar 4.21

Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 – 2007

5. Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Kesehatan Spesialis Dasar

Target Penyelenggaraan empat pelayanan kesehatan spesialis dasar dalan Indikator Indonesia Sehat 2010 sebesar 100%. Keseluruhan (100%) rumah sakit yang ada di Provinsi Jawa Tengah sudah menyelenggarakan empat pelayanan kesehatan spesialis dasar. Ini berarti sudah mencapai target Indonesia Sehat 2010. Hal ini berkaitan dengan disyaratkannya penyelenggaraan 4 pelayanan kesehatan spesialis dasar pada perizinan pendirian sebuah rumah sakit.

6. Ketersediaan Obat Esensial dan Generik Sesuai Kebutuhan

Data yang masuk untuk ketersediaan obat esensial dan generik berasal dari 20 kabupaten/kota (57,14%), sedangkan 15 kabupaten/kota (42,86%) tidak masuk. Dari data yang ada, rata-rata item obat esensial yang dibutuhkan kabupaten/kota sebanyak 131 item. Sedang rata-rata item obat esensial yang tersedia di kabupaten/kota sebanyak 127 item. Sehingga persentase rata-rata item obat esensial tersedia di kabupaten/kota sebesar 97,28%. Ini berarti secara umum kebutuhan obat esensial kabupaten/kota hampir dapat tersedia seluruhnya dan hampir mencapai target SPM 2010 sebesar 100%.

Dari data yang ada, sebanyak 8 kabupaten/kota (40%) mempunyai persentase ketersediaan obat esensial ≥ 100%, artinya kebutuhan obat esensial menurut jenisnya di kabupaten/kota tersebut telah terpenuhi semuanya. Sedangkan kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial di bawah 100% sebanyak 12 kabupaten/kota (60%).

Untuk ketersediaan obat generik, rata-rata item obat generik yang dibutuhkan kabupaten/kota sebanyak 122 item, sedangkan yang tersedia rata-rata sebanyak 117 item (96,28%). Ini berarti secara umum kebutuhan obat generik dari segi jenis obat hampir dapat tersedia seluruhnya dan hampir mencapai target SPM 2010 sebesar 100%. Sebanyak 9 kabupaten/kota (45%) mempunyai persentase ketersediaan obat generik ≥ 100%, artinya kebutuhan obat generik menurut jenisnya di kabupaten/kota tersebut telah terpenuhi seluruhnya. Sedangkan kabupaten/kota dengan ketersediaan obat generik di bawah 100% sebanyak 11 kabupaten/kota (55%).

7. Ketersediaan Obat Narkotika dan Psikotropika

Data yang masuk untuk ketersediaan obat Narkotika dan Psikotropika berasal dari 19 kabupaten/kota (54,28%), sedangkan 16 kabupaten/kota (45,71%) tidak masuk. Dari data yang ada, rata-rata item obat esensial yang dibutuhkan kabupaten/kota sebanyak 4 item. Sedang rata-rata item obat esensial yang tersedia di kabupaten/kota sebanyak 4 item. Sehingga persentase rata-rata item obat esensial tersedia di kabupaten/kota sebesar 116,7%. Ini berarti secara umum kebutuhan obat esensial kabupaten/kota sudah dapat tersedia seluruhnya dan sudah mencapai target SPM 2010 sebesar 100%.

Dari data yang ada, sebanyak 18 kabupaten/kota (94,74%) mempunyai persentase ketersediaan obat esensial ≥ 100%, artinya kebutuhan obat esensial menurut jenisnya di kabupaten/kota tersebut telah terpenuhi semuanya. Sedangkan kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial di bawah 100% hanya 1 kabupaten (83,33%) yaitu Kabupaten Temanggung.

8. Penulisan Resep Obat generik

Data yang masuk untuk penulisan resep obat generik berasal dari 28 kabupaten/kota (80%), sedang 7 kabupaten/kota (20%) data tidak masuk. Cakupan penulisan resep obat generik di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 53,35%. Mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 sebesar 70,28%. Cakupan tersebut masih jauh dari target SPM 2010 sebesar 90%. Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Wonosobo sebesar 97,09%, dan terendah adalah di Kabupaten Rembang sebesar 24,36%.

D. PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR

Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: (1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar (2) Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan (3) Pengendalian dampak risiko lingkungan (4) Pengembangan wilayah sehat.

Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sektor ikut serta berperan (Perindustrian, Lingkungan Hidup, Pertanian, Cipta Karya dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen/ Dinas Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan. Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut:





1. Rumah Sehat

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktivitas. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan seperti Demam Berdarah Dengue, Malaria, Flu Burung dan lain-lain.

Pada 2007 sebanyak 2.697.245 rumah (33,47%) telah diperiksa kondisi kesehatan lingkungannya secara sampling dan yang memenuhi syarat rumah sehat sebesar 64.84%. Angka ini mengalami kenaikan bila dibanding pencapaian tahun 2006 yang hanya mencapai 60,32%. Cakupan rumah sehat tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 80%. Cakupan tertinggi adalah di Kota Magelang yaitu sebesar 91,74% dan terrendah di Kabupaten Banjarnegara sebesar 31,92%. Dari 35 kabupaten/kota, baru 4 yang mencapai target yaitu Kota Magelang (91,74%), Kota Surakarta (83,07), Kota Semarang (82,77%), dan Kota Tegal (82,31).

Gambar 4.22

Cakupan Rumah Sehat di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2004 – 2007

2. Akses Terhadap Air Bersih

Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum memberikan dapak cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi .

Dari data yang ada, jumlah keluarga yang diperiksa sebesar 45,20%, sedang yang memiliki akses terhadap air bersih sebesar 102,11%, yang berarti sudah melampaui target Indonesia Sehat 2010 sebesar 85%. Demikan juga pada tahun 2006, keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih sebesar 103,14%, juga sudah melampaui target. Dari keluarga yang telah memiliki akses terhadap air bersih tersebut, menggunakan ledeng sebesar 23.61%, sumur pompa tangan sebesar 8,71%, sumur gali sebesar 56,87%, penampungan air hujan 0,65%, air kemasan 0.21%, Sumber air lainnya 12,07%.

Cakupan yang sangat tinggi tersebut dikarenakan pencatatan dan pelaporan yang belum baik dan kurangnya pemahaman terhadap definisi operasional variabel. Keluarga yang memiliki lebih dari satu sarana dihitung sesuai jumlah sarana yang ada padahal seharusnya dihitung satu yaitu sarana air bersih yang utama. Kesalahan dalam pencatatan ini mengakibatkan cakupan keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih sangat tinggi dan tidak sesuai dengan cakupan yang sebenarnya. Untuk itu perlu adanya perbaikandalam pencatatan dan pelaporan serta pemahaman terhadap definisi operasional suatu variabel.

3. Sarana Sanitasi Dasar

Kepemilikan sarana sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga meliputi kepemilikan jamban, tempat sampah, dan pengelolaan air limbah. Dari 40,36% keluarga yang diperiksa, sebesar 70,90% memiliki jamban dan yang memenuhi syarat sebesar 78,90%. Angka ini meningkat bila dibandingkan dengan cakupantahun 2006 yang hanya mencapai 70,53%.

Sedang untuk tempat sampah, dari 35,63% keluarga yang diperiksa, sebesar 79,51% memiliki tempat sampah, dan yang memenuhi syarat sebesar 72,70% dari keluarga yang memiliki tempat sampah. Untuk pengelolaan air limbah dari 27,82% keluarga yang diperiksa, sebesar 61,66% memiliki sarana pengelolaan air limbah dan yang memenuhi syarat sebesar 57,03%.

Dalam mendukung perubahan sanitasi total khususnya buang air besar sembarangan, telah diujicobakan Community Led Total Sanitation di 2 kabupaten yaitu Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Kebumen untuk mendukung pencapaian wilayah stop buang air besar di sembarangan dan penurunan penyakit berbasis lingkungan.

4. Tempat-tempat Umum

Tempat–tempat umum adalah kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan pemerintah, swasta atau perorangan yang langsung digunakan oleh masyarakat yang mempunyai tempat dan kegiatan tetap serta memiliki fasilitas. Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk mewujudkan kondisi yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat pengunjung terhndar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menyebabkan gangguan tehadap kesehatan masyarakat di sekitarnya.

Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum meliputi sarana wisata, sarana ibadah, sarana transportasi, sarana ekonomi, dan sosial.

- Sarana wisata, meliputi : hotel berbintang, hotel melati/losmen, salon/pangkas rambut, usaha rekreasi, hiburan umum dan gedung pertemuan/gedung pertunjukan.

- Sarana ibadah, meliputi : masjid/mushola, gereja, klenteng, pura, wihara.

- Sarana transportasi, meliputi : terminal, stasiun, pelabuhan udara, pelabuhan laut, pangkalan sado.

- Sarana Ekonomi dan Sosial, meliputi : pasar, pusat pembelanjaan, apotik, sarana/panti sosial, sarana pendidikan dan sarana kesehatan.

Dari 69,73% hotel yang diperiksa, sebesar 85,19% memenuhi syarat kesehatan, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 88,77%. Untuk restoran, dari 78,69% yang diperiksa, sebesar 72,16% memenuhi syarat kesehatan, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 76,85%. Untuk pasar, dari 86,71% yang diperiksa, sebesar 59,36% memenuhi syarat kesehatan, mengalami sedikit penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 59,75%. Sedang untuk tempat pengelolaan makanan, dari 63,84% yang diperiksa, sebesar 36,13% memenuhi syarat kesehatan, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang hanya mencapai 68,91%.

Gambar 4.23

Cakupan Pengawasan Tempat – Tempat Umum

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2007

Beberapa hambatan dalam pelaksanaan program penyehatan lingkungan antara lain yaitu;

· Kondisi sanitasi perkotaan dan perdesaan masih buruk oleh karena itu perlu perbaikan jumlah dan mutu sarana sanitasi serta perbaikan perilaku masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

· Meskipun sanitasi merupakan salah satu urusan wajib pemerintah kabupaten dan kota namun dukungan pembiayaan untuk sanitasi masih kecil. Dalam 30 tahun terakhir, Pemerintah hanya menganggarkan sektar 820 juta dolar Amerika Serikat untuk sektor sanitasi. Artinya hanya 200 rupiah setahun untuk setiap penduduk Indonesia.

Upaya yang telah dilakukan antara lain;

· Pengembangan kabupaten dan kota sehat dalam mendukung kawasan sehat dan penggerakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

· Pemberian stimulan dan penggerakan masyarakat dalam sarana sanitasi.

· Pengembangan Community Led Total Sanitation dalam memicu perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat dan penurunan penularan penyakit Diare dan Polio.

· Pengembangan higiene dan sanitasi sekolah

5. Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya

Kondisi kesehatan lingkungan pada institusi meliputi institusi pendidikan, kesehatan, tempat ibadah, kantor dan sarana lain dititikberatkan pada aspek higiene sarana sanitasi yang erat kaitannya dengan kondisi fisik bangunan institusi tersebut. Kegiatan yang dilakukan dalam meningkatkan kesehatan lingkungan di institusi adalah pengendalian faktor resiko lingkungan institusi, pembinaan kesehatan lingkungan di institusi sekolah dan pondok pesantren, penilaian lomba sekolah sehat.

Cakupan pembinaan kesehatan lingkungan di institusi di Provinsi JawaTengah tahun 2007 untuk sarana kesehatan adalah 81,79%, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang hanya mencapai 69,22%. Cakupan sarana pendidikan yang dibina kesehatan lingkungannya sebesar 76,16%, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 77,85%. Cakupan sarana ibadah yang dibina kesehatan lingkungannya sebesar 60,20%, mengalami sedikit penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 61,73%. Cakupan perkantoran yang dibina kesehatan lingkungannya sebesar 74,59%,mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang hanya mencapai 70,39%. Sedang sarana lain yang dibinan kesehatan lingkungannya sebesar 54,63%, mengalami sedikit peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun 2006 yang mencapai 54,01%.

6. Rumah/Bangunan Bebas Jentik Nyamuk Aedes

Salah satu kriteria rumah dikatakan sehat adalah bebas jentik nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue. Di Provinsi Jawa Tengah, kasus Demam Berdarah berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cenderung meningkat. Demikian juga wilayah yang terjangkit semakin bertambah luas.

Salah satu upaya pengendalian penyakit Demam Berdarah adalah dengan kegiatan pengendalian vektor. Pengendalian vektor adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk menekan kepadatan jentik nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit di rumah atau bangunan yang meliputi perumahan, perkantoran, tempat umum, sekolah, gudang, dan sebagainya.

Indikator keberhasilan program pengendalian vektor adalah rumah/bangunan yang bebas jentik nyamuk Aedes Aegypti. Cakupan rumah bebas jentik nyamuk Aedes Aegypti di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 78,09%, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 83,59%. Angka ini masih di bawah target SPM tahun 2010 sebesar > 95%, bahkan masih di bawah target SPM tahun 2005 sebesar 95%.

Gambar 4.24

Angka Bebas Jentik di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2003 – 2007


Rendahnya angka bebas jentik ini berkaitan erat dengan jumlah kasus Demam Berdarah yang terus meningkat dan bertambah luasnya wilayah yang terjangkit. Incidence Rate Demam Berdarah pada tahun 2007 ini meningkat hampir dua kali lipat yaitu dari 3,39 pada tahun 2006 menjadi 6,35 pada tahun 2007. Oleh karena upaya pengendalian vektor melalui gerakan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3 M Plus harus dilaksanakan secara terus menerus dengan melibatkan peran serta masyarakat. Guna membina peran serta masyarakat secara efektif, perlu dikoordinasikan oleh Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah (POKJANAL DBD) yang merupakan forum kerja lintas sektoral.

E. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

1. Pemantauan Pertumbuhan Balita

a. Partisipasi Masyarakat Dalam Penimbangan

Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi yang menitik beratkan pada pencegahan dan peningkatan keadaan gizi anak. Penimbangan terhadap bayi dan Balita yang dilakukan di posyandu merupakan upaya masyarakat memantau pertumbuhan dan perkembangannya. Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di Posyandu tersebut digambarkan dalam perbandingan jumlah Balita yang ditimbang (D) dengan jumlah Balita seluruhnya (S). Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu maka semakin baik pula data yang dapat menggambarkan status gizi Balita.

Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di Posyandu Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 71,63 persen, angka ini masih lebih rendah dari target yang harus dicapai pada tahun 2007 sebesar 80% dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 75,66%. Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Boyolali yakni sebesar 93,26% dan yang terrendah adalah di Kabupaten Tegal sebesar 34,26%.

Kabupaten/kota yang sudah dapat mencapai target partisipasi masyarakat sebesar 80% antara lain Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kabupaten Pati, Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Boyolali. Sedangkan kabupaten/kota dengan partisipasi masyarakat masih dibawah 60% adalah Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Tegal.

Banyak hal dapat mampengaruhi tingkat pencapaian partisipasi masyarakat dalam penimbangan di Posyandu antara lain tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi, faktor ekonomi dan sosial budaya. Dari data yang ada menggambarkan bahwa pedesaan dan perkotaan tidak memperlihatkan perbedaan yang menyolok dalam partisipasi masyarakat tetapi yang sangat berpengaruh adalah faktor ekonomi dan sosial budaya.

Gambar 4.25

Cakupan Balita Yang Datang Dan Ditimbang ( D/S )

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004 - 2007



b. Balita Yang Naik Berat Badannya

Persentase Balita yang naik timbangannya dibandingkan dengan jumlah Balita yang ditimbang dapat menggambarkan keberhasilan kader Posyandu dalam memberikan penyuluhan gizi kepada masyarakat di desanya, sehingga orang tua dapat memberikan makanan yang cukup gizi kepada anaknya. Anak sehat bertambah umur akan bertambah berat badannya dan persentase Balita yang naik timbangannya dapat menggambarkan tingkat kesehatan balita di wilayah kerja Posyandu. Beberapa hal yang mungkin mempengaruhi tingkat pencapaian Balita yang naik timbangannya antara lain pengetahuan keluarga tentang kebutuhan gizi Balita, penyuluhan gizi masyarakat dan ketersediaan pangan di tingkat keluarga.

Target Balita yang naik timbangannya adalah sebesar 80% dan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 ini baru dapat mencapai 76,52%, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2006 yang mencapai 77,05%. Bila dilihat di masing-masing kabupaten/kota, maka pencapaian tertinggi adalah di Kabupaten Wonogiri sebesar 93,12% dan pencapaian terendah adalah di Kota Tegal sebesar 63,43%. Beberapa kabupaten/kota sudah dapat melampaui target 80% yaitu Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Brebes, dan Kota Semarang.

Gambar 4.26

Cakupan Balita Yang Naik Berat Badannya (N/D)

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2007



c. Balita Bawah Garis Merah (BGM)

BGM adalah merupakan hasil penimbangan dimana berat badan Balita berada di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Tidak semua BGM dapat menggambarkan gizi buruk pada Balita, hal ini masih harus dilihat tinggi badannya, jika tinggi badan sesuai umur maka keadaan ini merupakan titik waspada bagi orang tua untuk tidak terlanjur menjadi lebih buruk lagi, namun jika Balita ternyata pendek maka belum tentu anak tersebut berstatus gizi buruk.

Target yang harus dicapai secara nasional untuk BGM adalah 5% atau lebih rendah. Jumlah Balita BGM di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sebanyak 30.257 kasus atau 1,52%. Ini merupakan angka yang cukup rendah jika dibandingkan dengan target nasional. Angka ini juga lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase BGM pada tahun 2006 sebesar 1,97%. Persentase BGM di masing-masing kabupaten/kota sangat bervariasi yaitu terendah di Kabupaten Pati sebesar 0,16% dan tertinggi di Kabupaten Purbalingga sebesar 4,15%. Angka yang tinggi di Kabupaten Purbalingga sebagai hasil dari sistem penjaringan dan pencatatan serta pelaporan gizi yang lebih baik bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lain. Beberapa kabupaten/kota yang dapat mencapai BGM dibawah 1% yaitu Kabupaten Cilacap, kabupaten Kabumen, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Pati, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, dan Kota Semarang.

Jika dilihat kaitan antara data partisipasi masyarakat dengan balita yang naik timbangannya, maka dapat dilihat bahwa di kabupaten/kota dengan pencapaian partisipasi masyarakat yang tinggi diikuti dengan tingginya tingkat balita yang naik berat badannya. Dari data tahun 2007 didapat informasi bahwa kabupaten dengan partisipasi masyarakat yang cukup tinggi sebagian besar diikuti oleh tingginya balita yang naik timbangannya.

Berbeda dengan kaitan antara balita yang naik timbangannya dengan BGM, tidak selalu peningkatan persentase Balita yang naik timbangannya diikuti oleh penurunan persentase BGM, jadi dapat dikatakan bahwa tidak semua daerah yang berhasil membuat Balitanya sehat namun belum tentu berhasil menurunkan kasus BGM.

2. Pelayanan Gizi

a. Bayi dan Balita Mendapat Kapsul Vitamin A

Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar diseluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan “Nutrition Related Diseases” yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang Vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan – 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang.

Salah satu program penanggulangan KVA yang telah dijalankan adalah dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi 2 kali pertahun pada Balita dan ibu nifas untuk mempertahankan bebas buta karena KVA dan mencegah berkembangnya kembali masalah Xerofthalmia dengan segala manifestasinya (gangguan penglihatan, buta senja dan bahkan kebutaan sampai kematian). Disamping itu pemantapan program distribusi kapsul Vitamin A dosis tinggi juga dapat mendorong tumbuh kembang anak serta meningkatkan daya tahan anak terhadap penyakit infeksi, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak.

Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul Vitamin A adalah bayi yang berumur mulai umur 6-11 bulan dan anak umur 12 – 59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul Vitamin A biru dengan dosis 100.000 SI yang diberikan pada bayi berumur 6-11 bulan dan kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 SI yang diberikan pada anak umur 12-59 bulan dan diberikan pada bulan Pebruari dan Agustus setiap tahunnya.

Berdasarkan data yang yang diperoleh dari profil kesehatan kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2007, cakupan pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi sebesar 94,83%, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang hanya mencapai 92,54%. Meskipun mengalami peningkatan, angka ini masih di bawah target SPM sebesar 95%. Sebagian besar kabupaten/kota telah melampai target, hanya ada 4 kabupaten/kota yang masih di bawah target yaitu Kabupaten Cilacap (56,28%), Kabupaten Sukoharjo (89,07%), Kabupaten Rembang (76,31%), Kota Magelang (86,73%).

Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada Balita tahun 2007 sebesar 82,60%, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang hanya mencapai 78,09%. Meskipun mengalami peningkatan, angka ini masih di bawah target SPM sebesar 95%. Dari 35 kabupaten/kota, baru 9 kabupaten/kota yang sudah mencapai target yaitu Kabupaten Purbalingga (100%), Kabupaten Banjarnegara (98,87%), Kabupaten Wonogiri (100%), Kabupaten Karanganyar (100%), Kabupaten Pati (100%), Kabupaten Semarang (96,94%), Kabupaten Temanggung (100%), Kabupaten Pemalang (100%), dan Kota Salatiga (100%). Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi dan Balita selama 3 tahun terakhir (2005-2007) dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Gambar 4.27

Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 – 2007

b. Ibu Nifas Mendapat Kapsul Vitamin A

Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan bayinya yang dilaksanakan di rumah dan atau rumah bersalin dengan pertolongan dukun bayi dan atau tenaga kesehatan. Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu program penanggulangan kekurangan vitamin A.

Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) pada periode sebelum 40 hari setelah melahirkan. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 85,84%, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang mencapai 87,4% dan masih di Angka ini juga masih dibawah target SPM tahun 2007 sebesar 86%. Dua kabupaten/kota tidak masuk datanya yaitu Kabupaten Pekalongan dan Kota Salatiga. Cakupan tertinggi sebesar 100% adalah di Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Purbalingga, sedang yang terrendah adalah di Kabupaten Grobogan yaitu sebesar 33,56%. Untuk meningkatkan cakupan perlu ditingkatkan penyuluhan tentang pentingnya suplementasi vitamin A pada ibu nifas baik untuk ibunya sendiri maupun bayi yang disusui.

Beberapa hal yang mempengaruhi fluktuasi angka cakupan pemberian vitamin A pada bayi, balita, dan bufas diantaranya adalah :

- Advokasi, pendekatan, dan lain-lain bentuk yang disertai dengan penyebarluasan informasi.

- Forum komunikasi, yang bermanfaat sebagai wahana yang mendukung terlaksananya kegiatan KIE di berbagai sektor terkait.

- Sosialisasi pemberian kapsul Vitamin A terhadap petugas kesehatan di Puskesmas, rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya.

- Kegiatan konseling/konsultasi gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit pada sasaran ibu anak.

- Tersedianya sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau.

- Lintas program/ lintas sektor terkait (Promosi Kesehatan, Imunisasi, dll)

- Adanya sweeping dari kader kesehatan dengan sasaran ibu anak yang belum mendapatkan kapsul Vitamin A pada bulan kapsul.

c. Ibu hamil Mendapat 90 Tablet Fe

Program penanggulangan anemia yang dilakukan adalah dengan memberikan tablet tambah darah yaitu preparat Fe yang bertujuan untuk menurunkan angka anemia pada balita, bumil dan bufas, remaja putri dan WUS (Wanita Usia Subur). Hasil survey anemi ibu hamil pada 15 kabupaten/kota pada tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi anemi pada ibu hamil di Provinsi Jawa Tengah adalah 57,7%, angka ini masih lebih tinggi dari angka nasional yakni 50,9%.

Penanggulangan anemi yang dilaksanakan adalah dengan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil, WUS, dan remaja putri. Pemberian tablet Fe kepada ibu hamil ada 2 indikator yaitu Fe 1 dan Fe 2. Cakupan Ibu Hamil mendapat tablet Fe adalah cakupan Ibu hamil yang mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya.

Cakupan ibu hamil yang mendapat Fe 90 di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 85,57%, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2006 yang hanya mencapai 82,98%. Meskipun mengalami peningkatan, angka ini masih di bawah target SPM tahun 2010 sebesar 90%. Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Pekalongan yaitu sebesar 100% dan terrendah adalah di Kabupaten Tegal sebesar 71,23%.

Gambar 4.28

Cakupan Pemberian Tablet Tambah Darah (Fe 1 dan Fe 3)

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2007

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa masih ada sekitar 7,03% ibu hamil yang tidak meneruskan konsumsi Fe sampai 90 tablet selama masa kehamilannya. Hal ini amat mungkin berkaitan dengan masih tingginya prevalensi anemi pada ibu hamil.

d. Bayi BGM Gakin Mendapat MP ASI

Bayi Bawah Garis Merah (BGM) keluarga miskin adalah bayi usia 6 – 11 bulan yang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS. Keluarga miskin adalah keluarga yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota melalui Tim Koordinasi Kabupaten/Kota (TKK) dengan melibatkan Tim Desa dalam mengidentifikasi nama dan alamat gakin secara tepat sesuai dengan Gakin yang disepakati. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6 – 11 bulan BGM dari keluarga miskin adalah pemberian MP-ASI dengan porsi 100 gram per hari selama 90 hari.

Cakupan bayi BGM Gakin yang mendapat MP-ASI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 95,72%, mengalami peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun 2006 yang hanya mencapai 48,76%. Dari 35 kabupaten/kota, sebanyak 9 kabupaten/kota tidak masuk datanya. Dari kabupaten/kota yang masuk datanya hanya 5 kabupaten/kota yang cakupannya di bawah 100%, sedang kabupaten/kota lainnya, semua sudah mencapai 100%.

e. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal.

Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur ( BB/U ) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di Posyandu dengan membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus gizi buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit.

Berdasarkan hasil penimbangan pada tahun 2007 jumlah gizi buruk dengan indikator berat badan menurut umur sebanyak 18.106 balita atau 0,91% persen, angka ini masih lebih rendah dari target nasional sebesar 3%. Angka tertinggi di Kota Pekalongan sebesar 3,75% dan terendah di Kota Semarang sebesar 0,07%. Dari semua kasus BGM dan 2 T yang dikonfirmasi status gizi dengan berat badan menurut tinggi badan, maka gizi buruk dengan indikator berat badan menurut tinggi badan yang mendapat perawatan adalah sebanyak 10.289 kasus atau 56,83%. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2006 yang hanya mencapai 49,73%. Hal ini ada kaitannya dengan semakin baiknya partisipasi masyarkat dan fihak-fihak lain dalam perawatan gizi buruk pada Balita.

Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Semarang 95,96%, akan tetapi ada 5 kabupaten/kota yang cakupannya 0%. Hal ini terjadi karena kesalahan persepsi dan kurangnya pemahaman terhadap definisi operasional variabel.

Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan dan atau di rumah oleh tenaga kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk. Kesalahan yang sering terjadi adalah mempersepsikan Balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah yang dirawat di rumah sakit saja sehingga cakupannya sangat rendah atau bahkan 0 (nol).

Perkembangan cakupan Balita gizi buruk yang dilayani tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Gambar 4.29

Cakupan Balita Gizi Buruk Yang Mendapat Perawatan

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2007





f. Wanita Usia Subur Yang Mendapat Kapsul Yodium

Pemberian kapsul Yodium kepada sasaran wanita usia subur di daerah endemik berat dan sedang dimaksudkan untuk mencegah kretinisme pada bayi. Daerah-daerah endemik GAKY yang memerlukan intervensi kapsul yodium meliputi 11 kabupaten, yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Pati, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Brebes. Berdasarkan laporan yang masuk dari 9 kabupaten tampak bahwa cakupan WUS yang mendapat kapsul yodium baru mencapai 42,96%, mengalami penurunan bila dibandingkan cakupan tahun 2006 yang mencapai 65,7%. Cakupan ini masih jauh dibawah target SPM 2010 sebesar 90%. Dari 9 kabupaten/kota, ada 2 kabupaten/kota yang mencapai 100%, yaitu Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Brebes. Sedangkan di Kabupaten Wonosobo cakupan programnya hanya mencapai 2,89%. Hal ini perlu mendapatkan perhatian untuk dilakukan validasi data dan apabila ternyata memang cakupannya sangat rendah, perlu dilakukan kajian untuk menemukan masalah dan merumuskan upaya peningkatan cakupan WUS yang mendapatkan kapsul Yodium.



Gambar 4.30

Cakupan WUS Mendapat Kapsul Yodium

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2007



F. PERILAKU HIDUP MASYARAKAT

1. Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat

Data hasil pengkajian PHBS Tatanan Rumah Tangga yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007, dapat diketahui bahwa dari sejumlah 8.475.696 rumah tangga yang ada, telah dilakukan pengkajian terhadap sejumlah 2.761.126 Rumah Tangga atau mencapai (32,58%) ada kenaikan sebesar 9,61% apabila dibandingkan dengan hasil pengkajian tahun 2006 yang hanya mencapai 22,97% rumah tangga, demikian juga lebih tinggi apabila dibandingkan dengan hasil pengkajian tahun 2005 yang mencapai 27,05% rumah tangga.

Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat yaitu yang diwakili oleh rumah tangga yang mencapai strata sehat utama dan sehat paripurna sebesar 43,78%, dengan cakupan tertinggi di Kota Magelang (97,51%) dan terrendah di Kabupaten Blora (0,12%), sedang 2 kabupaten yang tidak masuk datanya yaitu Kabupaten Rembang dan Kabupaten Kudus. Angka tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan dengan cakupan pada tahun 2006 yang telah mencapai 48,62% dan masih dibawah target SPM tahun 2010 sebesar 65%.

Meskipun demikian, terdapat 15 (45,5%) kabupaten/kota yang telah melampaui target SPM tahun 2010 yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, dan Kota Pekalongan. Berikut ini adalah grafik persentase rumah tangga sehat berdasarkan strata di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 s.d. 2007.

Gambar 4. 31

Persentase Rumah Tangga Sehat Berdasarkan Strata

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2007



2. Persentase Posyandu Aktif

Jumlah Posyandu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sebanyak 46.823 buah, mengalami kenaikan sebesar 397 buah apabila dibandingkan dengan jumlah Posyandu Tahun 2006 sebanyak 46.426 buah, serta mengalami kenaikan sebanyak 1.478 posyandu apabila dibandingkan dengan jumlah Posyandu tahun 2005 yaitu sejumlah 45.345 buah.

Gambar 4.32

Persentase Posyandu Berdasarkan Strata

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2007

1. Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu. Posyandu yang mencapai strata purnama pada tahun 2007 ini sejumlah 15.352 buah (32,79%), dengan nilai tertinggi di Kabupaten Magelang ( 52,46%) dan terendah di Kabupaten Boyolali (17,14 %).

Cakupan tersebut masih di bawah target SPM 2010 sebesar 40%. Meskipun demikian, terdapat 10 kabupaten/kota yang telah melampaui target 2010 sebesar 40% yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Pati, Kabupaten Kendal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Semarang, dan Kota Tegal.

Gambar 4.33

Cakupan Posyandu Purnama Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 – 2007

Bila dilihat dari gambar diatas, selama tiga tahun terakhir cakupan Posyandu purnama semakin turun, tetapi ditahun 2007 penurunan strata Posyandu purnama justru memberikan peningkatan pada strata Posyandu mandiri.

2. Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu. Posyandu yang mencapai strata mandiri sejumlah 4.101 buah (8,76%), dengan nilai tertinggi di Kabupaten Klaten (43,34%) dan terrendah pada Kabupaten Pekalongan (0,51%), mengalami peningkatan bila dibandingkan pencapaian tahun 2006 yang hanya mencapai 5,84%. Cakupan tersebut juga sudah melampaui target SPM 2010 sebesar > 2%.

Gambar 4.34

Cakupan Posyandu Mandiri di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 - 2007

Bila dilihat dari gambar diatas, pada tahun 2006 mengalami penurunan 0,3% tetapi pada tahun 2007 mengalami peningkatan 2,66% dari tahun 2005 dan 2,96% dari tahun 2006, ini merupakan pencapaian kegiatan yang cukup memuaskan dari kinerja semua lapisan baik dari tingkat desa sampai pada tingkat provinsi dan perlu dipertahankan kalau perlu ditingkatkan terus melalui kegiatan Revitalisasi Posyandu.

3. Bayi Yang Mendapat ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal.

ASI adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan kepada bayi, dalam keadaan miskin mungkin merupakan hadiah satu-satunya, dalam keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang menyelamatkan jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu pemberian ASI perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan tetap mempertahankan pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping sampai usia 2 (dua) tahun.

Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No. 450/Menkes/SK/IV/2004. ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin. Bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga merupakan isu global. Pernyataan bahwa dengan pemberian susu formula kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh sehat dan kuat, ternyata menurut laporan mutakhir UNICEF (Fact About Breast Feeding) merupakan kekeliruan yang fatal, karena meskipun insiden diare rendah pada bayi yang diberi susu formula, namun pada masa pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak diberi ASI ternyata memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk menderita hipertensi, jantung, kanker, obesitas, diabetes dll.

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif hanya sekitar 27,49%, terjadi sedikit penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai 28,08%. Angka ini dirasakan masih sangat rendah bila dibandingkan dengan target pencapaian ASI eksklusif tahun 2007 sebesar 65% dan target tahun 2010 sebesar 80%.

Jika dilihat pencapaian pemberian ASI eksklusif untuk masing-masing kabupaten/ kota memberi gambaran bahwa jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif paling tinggi dicapai oleh Kota Salatiga yaitu sebesar 66,12% dan jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif paling rendah dicapai oleh Kabupaten Tegal yaitu sebesar 6,85%. Kabupaten/ kota yang sudah dapat mencapai ASI Eksklusif diatas 60% adalah Kabupaten Magelang, Kota Salatiga, dan Kota Tegal. Sebanyak 32 kabupaten/kota masih dibawah target 60%.



Gambar 4.35

Cakupan Pemberian ASI Eksklusif Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 – 2007



Beberapa hal yang menghambat pemberian ASI eksklusif diantaranya adalah :

1. Rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar.

2. Kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan.

3. Faktor sosial budaya.

4. Kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja.

5. Gencarnya pemasaran susu formula.

Upaya- upaya yang telah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif tetap berpedoman pada Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yaitu ;

1) Sarana Pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu ( PP-ASI ) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas.

2) Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan ketrampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

3) Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.

4) Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin ( inisiasi dini ). Apabila ibu mendapat operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.

5) Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis.

6) Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir.

7) Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari.

8) Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusui.

9) Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.

10) Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit, rumah bersalin atau sarana pelayanan kesehatan.



4. Desa Dengan Garam Beryodium yang Baik

Persentase desa/kelurahan dengan garam beryodium yang baik, menggambarkan identitas mutu garam beryodium yang dikonsumsi penduduk di suatu desa/kelurahan. Pada tahun 2007 tampak bahwa 58,83% desa di Provinsi Jawa Tengah masyarakatnya telah mengkonsumsi garam beryodium yang memenuhi syarat (mengandung KJO3 30-80 ppm). Berdasarkan laporan yang masuk dari 32 kabupaten/kota, diantaranya yang tertinggi adalah Kabupaten Rembang dengan 94,00% penduduknya telah mengkonsumsi garam beryodium kemudian disusul Kabupaten Tegal dengan 92,59%, Kabupaten Banyumas dengan 92,45%, Kabupaten Semarang 91,74%, dan Kota Surakarta dengan 91,49%.

Kabupaten dengan konsumsi garam beryodium terrendah adalah Kabupaten Purworejo sebesar 4% disusul kemudian Kabupaten Demak sebesar 4,8%. Target cakupan untuk indikator ini adalah 90%, sesuai dengan sasaran Garam Beryodium untuk Semua pada tahun 2010. Hal ini berarti bahwa belum ada kemajuan yang berarti sejak 3 tahun terakhir, mulai tahun 2005 – 2007 berturut-turut menampakkan kecenderungan yang stagnan seperti dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.36

Persentase Desa/Kelurahan dengan Garam Beryodium Baik

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2007



5. Keluarga Sadar Gizi

Keluarga sadar gizi adalah keluarga yang seluruh anggota keluarganya melakukan perilaku gizi seimbang yang mencakup 5 indikator yaitu : biasa mengkonsumsi aneka ragam makanan, selalu memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarganya, khususnya balita dan ibu hamil, hanya menggunakan garam beryodium untuk memasak makanannya, memberi dukungan pada ibu melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif dan biasa sarapan/makan pagi.

Cakupan keluarga sadar gizi di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 adalah 89,06% dengan rentang terrendah adalah di Kota Pekalongan sebesar 9,2%, dan yang tertinggi di Kota Surakarta sebesar 97,06%. Pada tahun 2007, sebanyak 3 Kabupaten/Kota (8,57%) telah mencapai target SPM 2010 (80%), yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Jepara. Sampai saat ini masih ada 18 kabupaten/kota tidak tersedia data.

Secara rata-rata di Provinsi Jawa Tengah Cakupan Keluarga sadar gizi mengalami fluktuasi dari tahun 2005 sebesar 39,11 % , 46,44 % di tahun 2006 dan tahun 2007 mengalami kenaikan yang mencolok menjadi 89,12%.

Gambar 4.37

Cakupan Keluarga Sadar Gizi

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2007



G. PELAYANAN KESEHATAN DALAM SITUASI BENCANA

Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Jawa Tengah. Tingginya frekuensi KLB seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya, AFP (Acute Flacid Paralisys), Keracunan Makanan, Diftei, Campak, Diare, bencana serta munculnya penyakit baru seperti Avian Influenza (Flu Burung), disamping menimbulkan korban kesakitan dan kematian juga berdampak pada situasi sosial ekonomi masyarakat secara umum (keresahan masyarakat, produktivitas menurun). Kondisi tersebut menuntut adanya upaya/tindakan secara cepat dan tepat (kurang dari 24 jam) untuk menanggulangi setiap KLB serta melaporkan kepada tingkat administrasi kesehatan di atasnya.

Data frekuensi KLB penyakit menular, keracunan makanan, dan bencana selama tahun 2007 sebanyak 505 kejadian tersebar di 35 kabupaten/kota pada 1.286 desa/kelurahan. Dari 1.286 desa/kelurahan yang terkena KLB, sebanyak 1.284 desa/kelurahan (99,84%) telah ditangani kurang dari 24 jam oleh Puskesmas bersama Dinas Kesehatan kabupaten/kota.

Gambar 4.38

Distribusi Frekuensi KLB menurut Jumlah Desa Yang Terserang

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2007

Dari grafik di atas diketahui bahwa jumlah desa/kelurahan yang tekena KLB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2007 mengalami peningkatan yaitu dari 486 desa/kelurahan pada tahun 2005 menjadi 567 desa/kelurahan pada tahun 2006 dan 1.023 desa/kelurahan pada tahun 2007. Faktor dominan penyebab tingginya peningkatan jumlah desa/kelurahan yang tekena KLB pada tahun 2007 adalah KLB DBD yaitu dari 145 desa/kelurahan pada tahun 2006 menjadi 571 desa/kelurahan pada tahun 2007.

Gambar 4.39

Distribusi Frekuensi Persentase Desa/Kelurahan Terkena KLB

Yang Ditangani Kurang Dari 24 jam

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2007

Dari grafik di atas diketahui bahwa persentase desa/kelurahan tekena KLB yang ditangani kurang dari 24 jam di Jawa Tengah Tahun 2005-2007 mengalami peningkatan yaitu dari 96,71% pada tahun 2005 menjadi 99,65% pada tahun 2006 dan 99,80% pada tahun 2007.

1. Program Penanggulangan KLB

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu desa/kelurahan dalam jangka waktu tertentu. Sebaran Kejadian Luar Biasa menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2007 menunjukkan bahwa lima Kabupaten/Kota dengan frekuensi KLB terbanyak adalah Kabupaten Demak (208 kejadian), Kabupaten Brebes (186 kejadian), Kabupaten Jepara (76 kejadian), Kabupaten Pati (68 kejadian) dan Kabupaten Banyumas (41 kejadian).

Gambar 4.40

Distribusi Frekuensi KLB Menurut Jumlah Desa Yang Terserang

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007

Dari 1.286 desa/kelurahan yang terkena KLB di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007, jenis KLB dengan frekuensi kejadian tertinggi adalah KLB DBD (571 desa/kelurahan) tersebar di 18 kabupaten/kota pada 125 kecamatan. Angka serangan (Attack Rate) KLB DBD pada tahun 2007 sebesar 0,16%, mengalami peningkatan dibanding tahun 2006 yaitu sebesar 0,05%, sedangkan angka kematian (Case Fatality Rate) akibat KLB DBD pada tahun 2007 sebesar 2,22%, mengalami penurunan dibanding tahun 2006 dimana CFR sebesar 3,77%.

Siklus lima tahunan KLB Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2007 serta sifat virus penyebab DBD (transovaria) yang dapat disebarkan saat vase telur nyamuk Aedes Aegypti merupakan faktor risiko peningkatan kasus penyakit DBD, sehingga perlu dilaksanakan evaluasi program baik pada tahap promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif.

Frekuensi tertinggi kedua KLB selama tahun 2007 adalah kasus AFP (Acute Flacid Paralysis) atau lumpuh layuh mendadak yang ditemukan di 108 desa/kelurahan tersebar di 35 kabupaten/kota pada 89 kecamatan, dengan jumlah penderita sebanyak 207 orang (AR=0,02%) tanpa kematian (CFR=0,00%). Kondisi tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun 2006 dimana kasus AFP ditemukan di 63 desa/kelurahan dengan angka serangan (AR=0,01%) dan tanpa kematian (CFR=0,00%).

Kejadian Luar Biasa chikungunya yang ditemukan di 85 desa/kelurahan merupakan KLB dengan frekuensi tertinggi ketiga dengan angka serangan kasus (AR=0,86%) dan angka kematian kasus (CFR=0,00%). Kondisi tersebut mengalami peningkatan sangat tajam dibanding tahun 2006 dimana frekuensi KLB chikungunya sebanyak 10 kejadian, terjadi di 4 kabupaten/kota pada 9 kecamatan dengan angka serangan (AR=0,03%) dan angka kematian kasus (CFR=0,00%). Dengan adanya peningkatan kasus KLB chikungunya dua tahun terakhir, diperlukan adanya upaya peningkatan program, terutama kegiatan bidang promosi (melalui penyuluhan) dan preventif (pemberantasan sarang nyamuk)

Frekuensi KLB keracunan makanan sebanyak 65 kasus, tersebar di 22 kabupaten/kota pada 57 kecamatan. Secara umum frekuensi KLB keracunan makanan mengalami penurunan kasus (35%) dibanding tahun 2006 (frekuensi sebanyak 100 kejadian), namun sebaran lokasi kejadian mengalami peningkatan (187,5%) yaitu dari 8 kabupaten/kota pada tahun 2006 menjadi 22 kabupaten/kota pada tahun 2007. Sebagian besar (90,8%) kasus keracunan makanan terjadi pada acara tradisi masyarakat (hajatan nikah, khitan, keagamaan, makanan jajanan), sehingga upaya peningkatan kewaspadaan perlu dilaksanakan antara melalui pembinaan pengelolaan makanan bagi pengelola makanan skala keluarga (home industri).Angka serangan KLB keracunan makanan pada tahun 2007 (AR=0,16%) mengalami penurunan dibanding tahun 2006 (AR=0,76%), sedangkan angka kematian akibat KLB keracunan makanan pada tahun 2007 (CFR=0,17%) mengalami penurunan dibanding tahun 2006 (CFR=0,41%).

Frekuensi tertinggi kelima adalah KLB difteri yang ditemukan di 30 desa/kelurahan dengan jumlah penderita sebanyak 45 orang (AR=0,07%) dan angka kematian kasus sebanyak 3 orang (CFR=6,67%). Angka kejadian KLB tersebut mengalami penurunan dibanding tahun 2006 (AR=0,06% dan CFR=4,44%).

Berdasarkan Case Fatality Rate, KLB Flu Burung merupakan kasus KLB dengan Case Fatality Rate tertinggi (100%), dari 5 (lima) kasus KLB Flu Burung yang dilaporkan sebanyak 5 (lima) penderita meninggal setelah mendapatkan penanganan. Urutan selanjutnya adalah KLB Tetanus Neonatorum (44,44%), Kejadian Ikutan Paska Imunisasi/KIPI (12,5%), Leptospirosis (11,75%), Keracunan Bahan Kimia/pupuk (11,35%), Difteri (7,69%), AFP (3,03%) dan DBD (2,23%).

2. Program Penanggulangan Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Frekuensi kejadian bencana baik karena faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia selama tahun 2007 sebanyak 136 kejadian, tersebar di 33 kabupaten/kota pada 93 kecamatan (296 desa). Secara umum frekuensi kejadian bencana mengalami peningkatan (32,6%), dari 43 kejadian pada tahun 2006 menjadi 136 kejadian di tahun 2007. Sebaran lokasi kejadian akibat bencana mengalami penurunan (35,47%) dari 401 desa/kelurahan pada tahun 2006 menjadi 296 desa/kelurahan di tahun 2007. Angka serangan akibat kejadian bencana selama tahun 2007 (Attack Rate=21,30%) mengalami penurunan dibanding tahun 2006 (Attack Rate=0,76%), sedangkan angka kematian selama tahun 2007 (CFR=0,17%) mengalami peningkatan dibanding tahun 2006 (CFR=0,41%).





Gambar 4.41

Distribusi Kejadian Bencana Menurut Jumlah Desa Yang Terkena

Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007



Berdasar grafik di atas terlihat bahwa dari 296 desa/kelurahan yang terkena bencana selama tahun 2007, jenis bencana dengan jumlah desa/kelurahan tertinggi adalah angin lisus tersebar di 25 kabupaten/kota pada 93 kecamatan (131 desa/kelurahan). Jumlah penduduk terancam sebanyak 464.517 orang dengan korban sakit 14 orang (AR=0,05%) dan meninggal dunia sebanyak 10 orang (CFR=0,00002%).

Urutan selanjutnya adalah bencana banjir yang terjadi di 23 kabupaten/kota pada 70 kecamatan (126 desa/kelurahan). Angka serangan kasus (AR=0,15%) dan angka kematian (CFR=0,00002%). Bencana tanah longsor pada urutan ketiga, terjadi di 15 kabupaten/kota pada 27 kecamatan (31 desa/kelurahan) dengan angka serangan kasus (AR=0,01%) dan angka kematian kasus (CFR=0,0002%). Kejadian gelombang pasang terjadi di 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, dan Kabupaten Rembang, pada 4 kecamatan dan 5 desa, mengakibatkan 12 orang menderita sakit (AR=0,05%) dan 1 orang meninggal dunia (CFR=0,00004%) akibat gelombang pasang di wilayah pantai Jatimalang Kabupaten Purworejo.